Fantastis, Dana Kerjasama Publikasi Media dan Pemprov Riau Senilai Rp22,2 M

Fantastis, Dana Kerjasama Publikasi Media dan Pemprov Riau Senilai Rp22,2 M
Ilustrasi media online

 

PEKANBARU (WAHANARIAU) - Disaat rakyat menjerit dan banyak pegawai honorer yang diberhentikan yang menyebabkan tingginya angka pengangguran, ternyata Pemprov Riau lebih fokus membesarkan diri lewat pencitraan di media massa. Tak tanggung-tanggung anggaran pencitraan berupa publikasi media massa pada APBD 2017 mencapai Rp22,156,731,610 atau Rp22,2 miliar.

Berdasarkan data yang diolah Forum for Budget Transparancy (FITRA) Riau dari APBD 2017 ditemukan anggaran-anggaran tak masuk akal yang dinilai tak efisien dialokasikan Pemprov Riau disaat rakyat menjerit.

"Kami menilai ini inefisiensi, karena katanya pemerintah daerah mengalami kesulitan anggaran, akan tetapi pemerintah Provinsi Riau justru masih menunjukkan pola pemborosan dalam merencanakan anggaran tahun 2017. Fitra Riau mencatat terdapat anggaran sebesar Rp1,03 triliun yang dibelanjakan untuk 13 jenis kegiatan yang tidak berdampak langsung terhadap publik, termasuk dana pencitraan lewat media massa,''ujar Tarmidzi, Bagian Devisi Informasi & Data Indonesia Forum for Budget Transparancy (FITRA) Riau melalui siaran resminya.

<!--pagebreak>

FITRA menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintahan yang kini dikendalikan Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman. Selain itu, Fitra juga kecewa dengan Depdagri yang tidak melakukan verifikasi dengan sebaik-baiknya.

Kementrian Dalam Negeri (Kemdagri) RI yang bertugas melakukan verifikasi atas rancanagan APBD Pemerintah Provinsi Riau dinilai tidak serius dalam melakukan evaluasi. Faktanya, masih banyak anggaran yang dialokasikan secara berlebihan lolos dalam evaluasi tersebut.

Oleh karena itu, dikarenakan belum terlambat, maka FITRA Riau menyarankan kepada Gubernur Riau untuk melakukan evaluasi kembali atas perencanaan dana APBD tahun 2017. 

Memperketat anggaran perjalanan dinas serta anggaran – anggaran lain yang tidak perlu dilaksanakan tahun pada tahun ini. Gubenur Riau harus melakukan relokasi anggaran yang syarat dengan pemborosan tersebut untuk anggaran - anggaran yang lebih dibutuhkan kepada publik.

Sementara itu, ahli pers dari Dewan Pers, Mario A Khair saat dimintai pendapatannya tentang besarnya anggaran media ini mengatakan sangat tidak percaya jika selama ini anggaran publikasi media massa di Pemprov Riau sebesar itu. Pasalnya, dari beberapa rekan pengelola media di Riau yang mengaku kepadanya, rata-rata satu media khususnya media online hanya diberi Rp2,7 juta setahun. Dan menurutnya, data itu benar dan berlaku sama untuk semua media baik cetak, televisi maupun online. 

<!--pagebreak>

Sesuai dengan UU Pers, yang tidak membedakan antara media cetak, televisi dan online, artinya kalau tidak ada diskriminalisasi penerapan hukum di bidang pers oleh Pemprov Riau, angka Rp2,7 juta per tahun itu sama diterima semua media baik cetak, online dan siber.

"Jadi di Negara Indonesia ini tidak ada UU Pers cetak, UU Pers online dan UU Pers televisi, semuanya sejajar dan berkekuatan hukum yang sama jika sudah memenuhi syarat sebagai media sesuai dengan UU dan peraturan yang ada,"jelasnya.

'"Kalau anggaran tahun ini Rp22 miliar, berarti tahun lalu hanya dibawah itu sedikit, biasanya hanya dibawah 10 persen atau sekitar Rp19 miliar tahun 2016. Kenyataannya media massa yang mendapat kerjasama dengan Pemprov Riau hanya diberi Rp2,7 juta setahun. Artinya, uangnya kemana? Ini jelas ada upaya Pemprov Riau untuk merusak citra media dengan seolah-olah memberikan angggaran besar, kenyataan itu tidak ada. Kalau pun ada 1.000 media di Riau kalau satu media hanya dapat Rp2,7 juta, berarti hanya cair Rp2,7 miliar, tapi saya tak yakin ada 1.000 media pers di Riau. Kita meragukan anggaran sebesar ini, karena berdasarkan data perusahaan pers di Riau yang lolos verifikasi dewan pers hanya ada tujuh media pers. Tak mungkin tujuh media ini menghabiskan Rp19 miliar,'' tegasnya.

Menurutnya, kerjasama publikasi media massa yang menggunakan uang negara atau yang bersumber dari APBD dan APBN hanya bisa dialokasikan untuk media pers yang sudah lolos verifikasi di dewan pers. Kalau diberikan kepada yang belum terverifikasi di dewan pers, berarti ada tindak pidana korupsi karena pembayaran dilakukan dengan menabrak UU Pers, UU Perseroan Terbatas, PDP (Peraturan Dewan Pers) dan UU Korupsi.

"Sebaiknya Pemprov Riau membeberkan dengan transparan media massa mana saja yang mendapat dana tersebut, tapi harus lengkap, jangan sepenggal-sepenggal karena bisa disalahartikan. Supaya tahun 2017 ini lebih taat hukum dan perundang-undangan. Saya rasa tidak masalah diumumkan lewat media karena sekarang kan era transparansi, masyarakat boleh tahu dikemanakan saja uang rakyat itu,"tukasnya.(rls)

Berita Lainnya

Index