Soal Negara Tanpa Utang, Sri Mulyani Sebut Kanjeng Dimas

Soal Negara Tanpa Utang, Sri Mulyani Sebut Kanjeng Dimas
Menteri Keuangan Sri Mulyani, memberikan kuliah umum bertema “Peran Fiskal dalam Membangun Perekonomian Inklusif” di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

JAKARTA (WAHANARIAU) -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah umum di Universitas Udayana, Bali, kemarin. Dikutip dari keterangan resmi Kementerian Keuangan, Sabtu, 20 Januari 2017, Sri Mulyani memaparkan perihal pengelolaan utang negara dalam kuliah umum yang mayoritas dihadiri oleh mahasiswa tersebut.

"Saya senang tidak utang. Tapi jika tidak mau utang, penerimaan harus naik atau belanja harus diturunkan. Tidak bisa bilang, 'Bu, saya mau uang sekolah gratis, naik angkot bensinnya disubsidi, tapi Ibu tidak utang'. Kalau begitu, tidak akan ada Menkeu, tapi Kanjeng Dimas," ujar Sri Mulyani berkelakar.

Menurut Sri Mulyani, agar penerimaan naik dan utang turun, pemerintah harus berupaya sekuat tenaga agar masyarakat membayar pajak. “Pajak, di dunia manapun, tidak ada fannya. Tidak ada orang yang jadi fanatik untuk bayar pajak. Karena itu, pajak jadi suatu kewajiban yang sifatnya harus di-impose,” ujarnya.

Sri Mulyani menuturkan, rasio pajak dan tingkat kepatuhan pajak di Indonesia saat ini masih terbilang rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Dia mengatakan jika rasio pajak dan tingkat kepatuhan meningkat, defisit anggaran dapat dihindari.

Menurut data Kementerian Keuangan, kepatuhan pajak hanya mencapai 62,3 persen. "Kalau tingkat kepatuhan mencapai 80 persen, penerimaan perpajakan pasti bisa meningkat,” katanya. Adapun rasio pajak masih berada di level 11 persen. “Ini tidak acceptable. Negara yang satu kelas dengan kita bisa 15-16 persen, seperti Malaysia dan Thailand."

Sri Mulyani meyakini, apabila rasio pajak bisa bertambah 4 persen saja, Indonesia akan mampu menambah pendapatan negara dengan signifikan. “Bayangkan kalau kita bisa 15 persen. Kita akan mampu menambah (penerimaan) sekitar Rp 500 triliun sehingga belanja kita yang dua ribuan triliun itu tidak jadi defisit,” katanya. (tempo)

Berita Lainnya

Index