BPH Migas Pertanyakan Impor Solar Pertamina

BPH Migas Pertanyakan Impor Solar Pertamina

JAKARTA (WAHANARIAU) -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mempertanyakan keputusan PT Pertamina (Persero) yang memutuskan impor bahan bakar minyak jenis solar sebesar 1,2 juta barel per hari. Pasalnya, berdasarkan verifikasi terakhir BPH Migas akhir tahun lalu, Pertamina melaporkan pasokan solar berlebih.

"Mereka melaporkan saat dilakukan verifikasi, katanya mereka over solar kok malah import?" ujar Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Hendri Ahmad kepada Tempo, Selasa, 24 Januari 2017.

Saat itu, Hendri menuturkan, Pertamina kelebihan pasokan solar karena kewajiban mencampur BBM tersebut dengan biodiesel sebesar 20 persen. Kebijakan dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak awal tahun lalu.

Sejumlah sumber dari kalangan pengolahan dan pemasaran minyak juga menganggap janggal keputusan impor solar. Biasanya impor diputuskan tiga bulan sebelumnya. Kali ini, impor solar untuk Januari baru diputuskan pada rapat optimasi hilir, Desember lalu. Keputusan ini bertentangan dengan hasil rapat pada Oktober 2016, yang antara lain tidak mengimpor solar.

Wakil Direktur Utama Pertamina, Ahmad Bambang, berdalih impor solar diputuskan secara mendadak karena stok solar tergerus hingga di bawah 20 hari. Normalnya, stok solar Pertamina mencapai 23 hari. Berkurangnya stok solar terjadi karena melonjaknya permintaan dari industri pertambangan lantaran harga batubara melonjak pada Desember lalu.

Pasokan semakin tidak menentu ketika kilang Balikpapan mengalami emergency shutdown pada 2 Desember. Operasi kilang yang menghasilkan 43 juta ton solar tahun lalu itu, kembali terganggu pada 11 Desember. Kilang bahkan berhenti memproduksi solar selama lebih dari 24 jam mulai 15 Januari 2017. "Tiga bulan terakhir estimasi terlalu rendah. Ternyata pemasarannya naik dua juta barel lebih," ujar Bambang di kantornya.

Kementerian Energi menyetujui proposal impor Pertamina. Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Setyorini Tri Hutami mengatakan, izin impor juga diberikan kepada produk bensin (gasoline) selama enam bulan. "Rekomendasi impor sudah disetujui untuk enam bulan ke depan."

Direktur Lembaga Pengkajian Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa menyayangkan keputusan impor Pertamina. Sebab, perseroan bisa merugi karena merogoh kocek lebih banyak. Diketahui, solar impor dibayar dengan dolar Amerika Serikat. "Melemahkan kurs Rupiah. Belum lagi ada tambahan biaya transportasi." (tempo)

Berita Lainnya

Index