Kontroversi Perjalanan Revisi UU MD3

Kontroversi Perjalanan Revisi UU MD3

JAKARTA - Undang-Undang (UU) tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau yang lebih dikenal dengan sebutan UU MD3, pada 15 Maret 2018, telah diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menjadi UU Nomor 2 Tahun 2018.

UU Nomor 2 Tahun 2018 ini tentang perubahan kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, berlaku secara efektif dengan atau tanpa tanda tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (tautan: UU Nomor 2 Tahun 2018).

Sejak dibahas dan disahkan oleh DPR pada 12 Februari 2018, revisi UU ini mengundang kontroversi karena berpotensi menjadikan anggota DPR kebal hukum. Apa Benar Begitu..?

BACA : Poin Penting Revisi UU MD3

Berikut ini ada beberapa hal yang harus diketahui soal revisi UU MD3:

1. Apa itu UU MD3 ?
UU MD3 adalah Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD. Undang-undang ini berisi aturan mengenai wewenang, tugas, dan keanggotaan MPR, DPR, DPRD dan DPD. Hak, kewajiban, kode etik serta detil dari pelaksanaan tugas juga diatur.

Aturan ini menggantikan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 mengenai MD3 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum. Kemudian UU ini menjadi

UU ini terdiri atas 428 pasal, dan disahkan pada 5 Agustus 2014 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Revisi terakhirnya disahkan oleh DPR pada Senin, 12 Februari 2018.

BACA : Jokowi Dorong Pengusaha Australia Berinvestasi di ASEAN

Berita Lainnya

Index