Rekam Jejak Peran Setya Novanto di korupsi e-KTP

Rekam Jejak Peran Setya Novanto di korupsi e-KTP

JAKARTA - Proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau biasa disebut e-KTP awalnya merupakan sebuah terobosan. Sebab, data warga negara sudah terekam dan tersimpan di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Di samping itu, e-KTP diyakini tak akan mudah rusak apalagi sobek.

Tak ayal, megaproyek itu bernilai fantastis, lebih dari Rp 5 triliun untuk pemenuhan seluruh penduduk di republik ini. Sayang, anggaran jumbo tersebut malah dijadikan cawe-cawe para politikus Senayan dan birokrat di Kemendagri.

Dirangkum dari merdeka, jalannya proyek e-KTP mulai dari perencanaan hingga terjadi praktik korupsi di dalamnya serta keterlibatan Setya Novanto.

Tahun 2010, proyek tersebut mulai digodok Kemendagri yang saat itu digawangi oleh Gamawan Fauzi sebagai pucuk pimpinan. Kemudian Gamawwan mengangkat Irman sebagai Dirjen Dukcapil Kemendagri. Irman sendiri merupakan salah satu terdakwa dalam megakorupsi e-KTP.

Rencana proyek tersebut sampai ke telinga Andi Narogong yang memang sudah menjadi rekanan Kemendagri pada setiap pengerjaan proyek seperti pengadaan baju hansip misalnya. Akhirnya diputuskan Andi akan digandeng dalam proyek tersebut.

Selanjutnya, Andi bertemu dengan Irman di ruang kerjanya dan bertemu dengan Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri dan Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen. Dalam pertemuan tersebut, ketiganya sepakat akan meminta 'restu' dari Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai anggota Komisi III DPR.

Mereka menganggap kunci proyek e-KTP bukan di Komisi II selaku mitra Kemendagri, melainkan ada di tangan Novanto yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar yang menjadi partai pendukung pemerintahan ketika itu.

Irman, Sugiharto, Diah Anggraini, Andi Narogong serta Setya Novanto pun mengadakan pertemuan singkat di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan di bulan Februari 2010 silam. Andi mengatakan saat itu Novanto berjanji akan mendukung megaproyek tersebut.

"Pada saat itu, saya dengar Bu Sekjen dan Pak Irman inti pembicaraannya berbicara ada proyek e-KTP di Depdagri, mohon didukung anggarannya. Kemudian Pak Nov bicara, 'Kami selaku fraksi pendukung pemerintah siap mendukung program pemerintah.' Itu saja, Yang Mulia," ujar Andi saat bersaksi di persidangan, sebagaimana dikutip Merdeka.

Setelah pertemuan di hotel tersebut Andi dan Irman kembali menemui Novanto. Andi mengeluh kepada Novanto bahwa Irman butuh konfirmasi akan kelanjutan proyek e-KTP Irman khawatir proyek tersebut gagal saat itu Novanto bilang nanti saya kondisikan dulu kalau ada perkembangan apa-apa silakan tanya ke Andi.

Andi mengatakan, Setnov mengusulkan melibatkan Made Oka Masagung, Komisaris PT Gunung Agung, untuk urusan transaksi antarperbankan. Kesaksian Andi tersebut disampaikan saat pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Andi menjelaskan, saat proyek e-KTP sedang dibahas, sempat terjadi perselisihan antara Paulus Tannos, direktur utama PT Sandipala Arthaputra dengan Irman, mantan Dirjen sekaligus terdakwa e-KTP lainnya. Paulus keberatan jika pengerjaan proyek e-KTP dibagi rata ke seluruh pihak. Paulus menilai proyek e-KTP dikerjakan oleh anggota pemenang konsorsium yakni konsorsium PNRI. Namun, Irman marah dengan respon Paulus.

"Akhirnya Pak Nov bilang ya sudah nanti saya kenalkan ke Oka Masagung karena dia punya link perbankan. Disampaikan juga komitmen konsorsium akan berikan fee 5 persen," ujar Andi di muka persidangan, Kamis (30/11/2017), menirukan janji Setnov saat itu.

Kemudian, Novanto mengundang Andi CS ke rumahnya untuk dipertemukan dengan Made Oka. Dalam pertemuan itu, turut hadir Paulus Tannos.

Tahun 2011, anggaran proyek e-KTP diketok DPR. Proyek tersebut senilai Rp 5,9 triliun.

Berlanjut, Andi serta beberapa pihak swasta membahas pembentukan konsorsium di ruko Fatmawati miliknya. Pertemuan dihadiri Andi, anggota Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta sejumlah perusahaan konsorsium dan pihak Kemendagri di dalamnya juga ada irvanto Hendra Pambudi Cahyo selaku Direktur PT murakabi Sejahtera keponakan Novanto. Murakabi sejahtera nantinya membentuk konsorsium sendiri.

Dalam beberapa pertemuan di Fatmawati menyimpulkan ada tiga konsorsium yakni konsorsium pnri konsorsium PT murakabi Sejahtera dan konsorsium PT astragraphia meski begitu pemenang lelang telah ditetapkan yakni konsorsium pnri dibentuknya Murakabi dan Astragraphia hanya sebagai konsorsium pendamping saja.

Setelah proyek disetujui dan anggaran telah disahkan Anang Sugiana (Eks Dirut PT Quadra Solution) dan Andi Narogong menemui Novanto di kediamannya keduanya mengadu bahwa pihak Kemendagri tidak mengucurkan uang muka untuk pengerjaan awal sehingga pihak konsorsium kesulitan biaya.

Novanto akhirnya meminta keduanya tidak khawatir dan akan mengenalkan kakaknya bernama Made Oka Masagung sebagai solusinya. Karena Made Oka dinilai memiliki beberapa akses perbankan ke luar negeri.

Sementara itu konsorsium PNRI terdapat 5 perusahaan yakni, PNRI, PT Len Industri, PT Sucofindo, PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra. Perusahaan tersebut sebelumnya telah setuju dibebankan jatah fee bagi beberapa pihak.

PT Quadra solution selaku penyedia AFIS (Automated Finger Print Identification System) dibebankan jatah untuk Novanto. Anang Sugiana menyanggupi jatah tersebut namun di tengah perjalanan, Anang tidak sanggup memenuhi jatah untuk Novanto. Ia sempat bersitegang dengan Andi. Andi merasa malu jika Anang tidak memenuhi jatah untuk Novanto.

Uang dari Anang untuk Novanto sejatinya berasal dari PT biomorf Johanes Marliem selaku penyedia Afis merek L1.

Agar tidak terlihat aliran dana untuk Novanto, Johannes Marliem mentransfer uang ke sejumlah rekening yang diberikan Irvanto dari pihak Money Changer. Irvanto sebelumnya datang ke satu money changer bernama PT Inti Valuta dengan direkturnya bernama Riswan alias iwan barala dan melakukan transaksi barter dalam bentuk dollar.

Irvan bilang dia punya uang dollar di Mauritius dan ingin melakukan tarik tunai di indonesia dalam bentuk dollar juga tanpa melalui perbankan. Irfan kemudian meminta sejumlah rekening sebagai penampung uang dari Johanes Marlin. Riswan kemudian memberikan sejumlah rekening. Dari beberapa rekening yang diberikan salah satunya adalah rekening milik Made Oka.

Rekening perusahaan Made oka Masagung, mantan komisaris PT Gunung Agung, seluruhnya berjumlah USD 3.800.000 melalui rekening OCBC Center Branch atas nama OEM Investment, PT, Ltd. Kemudian kembali ditransfer sejumlah USD 1.800.000 melalui rekening Delta Energy, di Bank DBS Singapura, dan sejumlah USD 2.000.000.

Selain melalui Made, uang juga diterima melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Novanto, pada 19 Januari-19 Februari 2012 seluruhnya berjumlah USD 3.500.000.

Novanto seret Puan Maharani dan Pramono Anung
Novanto sempat menyebut adanya duit yang mengalir ke kantong Puan Maharani dan Pramono Anung. Pengakuan itu ia lontarkan dalam persidangan di bulan Maret 2018. Ketika itu, Puan merupakan Ketua fraksi PDIP, sedangkan Pramono Wakil Ketua DPR dari PDIP.

Kedua politisi PDIP itu disebut Novanto menerima aliran dana e-KTP sebesar USD 500.000 yang diberikan oleh Made Oka.

"Oka menyampaikan dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya 'wah untuk siapa'. Disebutlah tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi untuk Puan Maharani 500 ribu dan Pramono 500 ribu dolar," ujar Novanto ketika menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat.

Namun, pengakuan itu dibantah Made Oka melalui kuasa hukumnya.

Jaksa tuntut Novanto 16 tahun bui dan denda Rp 1 miliar
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa kasus korupsi proyek elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP), Setya Novanto dengan 16 tahun penjara. Novanto juga didenda membayar ganti rugi pada negara Rp 1 miliar.

Selain itu, JPU juga meminta agar hak politiknya dicabut selama lima tahun setelah menyelesaikan hukuman pokoknya.

Dalam persidangan Setnov dinyatakan terlibat dalam korupsi senilai Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP ketika yang bersangkutan menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Uang itu tidak diterima Setya Novanto secara langsung. Untuk mengaburkan aliran dana, uang diberikan dari orang yang berbeda. Setya Novanto mendapat US$ 3,5, juta dari Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Direktur PT Murakabi Sejahtera selaku peserta lelang proyek e-KTP.

Ia juga mendapat US$ 3,8 juta secara bertahap dari Made Oka Masagung pemilik OEM Investment. Total Setnov menerima US$ 7,3 juta.

"Berdasarkan fakta hukum, maka dapat disimpulkan bahwa terdakwa telah menerima pemberian fee seluruhnya berjumlah USD 7,3 juta," ujar jaksa Wawan saat membacakan surat tuntutan.

Dalam persidangan juga terungkap bahwa Setya Novanto telah mengembalikan uang Rp 5 miliar kepada KPK. Namun, dia bersikukuh tidak terkait dengan kongkalikong proyek e-KTP.

Bacakan pledoi, Novanto menangis dan berpuisi
Tangis terdakwa korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto pecah saat menyampaikan ucapan permintaan maaf kepada keluarga saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Pembacaan pledoi tersebut disampaikan Novanto pada rangkaian akhir persidangan korupsi proyek e-KTP.

Awalnya, mantan Ketua DPR itu dengan lantang membacakan poin-poin pembelaan dirinya atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK. Namun seketika, ketegarannya luruh saat menyinggung keluarga.

"Kepada istri dan anak-anakku izinkan saya menyampaikan permohonan maaf kepada istri saya Deisti Astriani, Reza Herwindo, Dwinna Michaela sungguh sangat berat musibah yang menimpa keluarga kita," ujar Novanto, Jumat (13/4/2018).

Tak hanya menangis, Novanto juga menyisipkan puisi dalam pledoinya. Puisi dengan judul "Di Kolong Meja" dibuat oleh penulis Linda Djalil.

Puisi tersebut menggambarkan tentang peran di balik sebuah kolong meja. Pada baris pertama dan kedua menceritakan bagaimana sekumpulan debu bersembunyi di kolong meja.

"Di kolong meja tersimpan cerita seorang anak manusia menggapai hidup, gigih dari hari ke hari," ujar Novanto.

Syair ketiga dan keempat, puisi tersebut menceritakan perjuangan seseorang bagaimana bertahan hidup untuk meraih keberhasilan. Hingga usaha pun membuahkan hasil baik.

"Di kolong meja muncul cerita sukses anak manusia yang semula bersahaja akhirnya bisa diikuti siapa saja karena cerdas caranya bekerja," sambungnya.

Selanjutnya, dalam puisi itu menyindir debu di kolong meja yang tak kunjung dibersihkan, hanya sekadar menyaksikan segala peristiwa sebagai tontonan. Kini, nasib Novanto bergantung kepada ketukan palu Majelis Hakim.

[mdk/mdk]

Berita Lainnya

Index