Makna Idul Fitri Sesungguhnya

Makna Idul Fitri Sesungguhnya
Ilustrasi

JAKARTA - Kebahagiaan dan kemenangan adalah hal yang akan langsung terlintas di benak kita saat mendengar Idul Fitri. Pada hari itu, semua orang bersuka cita lantaran sudah menunaikan ibadah puasa selama satu bulan penuh. 

Idul Fitri biasa ditandai dengan ramai orang mudik alias pulang kampung dan semarakkan momen lebaran dengan mengirim kartu ucapan. Hari raya ini juga identik dengan segala sesuatu yang serba baru, mulai dari pakaian, sepatu, hingga mobil baru.

Bagaimana sesungguhnya arti dari Idul Fitri? Apakah Idul Fitri hanya ditandai semua yang baru, atau euforia mudik mengunjungi sanak saudara dan kerabat?

Dosen Institut PTIQ Jakarta, Dr. Nur Rofiah Bil Uzm mengatakan, sebagaimana dilansir detikcom, Idul Fitri secara bahasa berarti kembali berbuka atau tidak berpuasa lagi.

Selama Ramadan, secara fisik kita digembleng untuk tahan pada rasa lapar, haus, dan juga dorongan seksual sepanjang siang.

Sedangkan secara mental kita dilatih untuk menjaga jarak aman dari aneka kesenangan duniawi yang sudah halal, baik, dan menjadi hak kita.

"Kalau proses penggemblengan sebulan lamanya ini secara fisik dan mental berhasil, maka jangankan pada yang haram atau syubhat, kepada yang halal saja kita mampu menjaga diri dengan baik," terang Nur.

Mental seperti ini, lanjut Nur, sangat diperlukan supaya kita bisa menjalani hidup sesuai dengan jati diri kita sebagai manusia, yaitu makhluk yang punya status hanya sebagai hamba Allah, yang tidak akan menghamba kepada apapun dan siapapun selain Allah, apalagi kepada harta benda, kekuasaan, libido, atau lainnya.

Pada saat yang sama, kita juga punya status sebagai khalifah fil ardh, yakni pemegang mandat dari Tuhan di muka bumi yang bertugas untuk mewujudkan kemaslahatan.

"Selama sebulan kita ditempa, kapankah praktiknya? Adalah di 11 bulan lainnya. Idul Fitri adalah hari pertama pertarungan sesungguhnya untuk mengontrol hawa nafsu. Karenanya, hati-hati memahami Idul Fitri sebagai hari kemenangan karena mental menang di hari pertama untuk berjuang itu bisa melemahkan semangat," imbuh Nur.

Lalu apakah boleh kita membeli baju baru untuk Idul Fitri atau memakai baju terbaru yang dimiliki? Nur mejawab boleh-boleh saja. Namun, yang lebih penting dari baju baru itu adalah kepribadian yang baru, kepribadian yang tahan mental, kepribadian yang kuat untuk menjaga diri untuk tidak mudah tergoda oleh aneka kesenangan duniawi.

"Ibarat wisuda dari pendidikan yang panjang, maka pertarungan sesungguhnya adalah setelah wisuda itu. Apakah ilmu kita bisa memberi manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat," pungkasnya.***(dtk/dtk)

#Mozaik

Index

Berita Lainnya

Index