Pelicin Rekomendasi Proteksi Kebakaran, Meikarta Kucurkan Rp1 M ke Pemkab Bekasi

Pelicin Rekomendasi Proteksi Kebakaran, Meikarta Kucurkan Rp1 M ke Pemkab Bekasi
Sidang lanjutan kasus dugaan suap ijin proyek Meikarta. [©2019 Merdeka.com/Aksara Bebey]

BANDUNG - Sidang lanjutan kasus dugaan suap izin proyek Meikarta berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin (28/1/2019). Sejumlah saksi dihadirkan berasal dari Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar.

Mereka adalah, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat Banjarnahor; Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan Dinas Damkar Kabupaten Bekasi, Asep Buchori; Sekda Jabar, Iwa Karniwa dan mantan Kadis Binamarga Jabar, M Guntoro.

Kemudian, mantan Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Daryanto, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Kuswaya; Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Barat, Dadang Mochammad; dan staf Dinas Bina Marga Provinsi Jabar, Yani Firman.

Dalam persidangan dengan terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen, Fitradjaja Purnama dan Taryudi itu terungkap bahwa ada aliran uang dari pengembang Meikarta kepada Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) terkait rekomendasi alat proteksi pemadam kebakaran untuk tower (gedung).

Saat ditanya jaksa dari KPK, I Wayan Riana, Sahat mengakui pernah diminta pihak pengembang Meikarta untuk mengeluarkan rekomendasi pemasangan alat instalasi kebakaran. Ia pun menyuruh Kabidnya, Asep Buchori untuk meminta pengembang Meikarta membuat surat permohonan.

"Surat permohonan diajukan sekitar awal Maret 2018 melalui Satriadi. Surat permohonannya untuk 53 tower," ujarnya dalam sidang.

"Setahu kami permohonan adalah untuk rekomendasi pemasangan alat instalasi kebakaran. Sebagai syarat lampiran IMB. Aturannya tertuang dalam Perbup Bekasi Tahun 2013 tentang IMB," lanjutnya.

Lalu jaksa kembali menanyakan apakah Satriadi dan Edi Soesianto meminta agar menyampaikan rekomendasi dipercepat. Sahat mengungkapkan, pada waktu itu Edi Soesianto meminta agar proses dipercepat.

"Waktu itu pak kabid meminta agar ketemu saya dengan pak Edi dan Satriadi, akhirnya saya sempatkan. Pak Edi Soesianto dan Pak Satriadi menyampaikan kesepakatan pimpinan Lippo dan bupati agar perizinan dipercepat," ungkapnya.

Sahat mengaku sebagai kepala dinas, dirinya hanya melaksanakan peraturan. Ia menyebutkan, setidaknya ada 10 tahapan yang harus dilakukan. Mulai dari pemeriksaan set plan, ekspose, survei lapangan, berita acara, rekomendasi, pengawasan pemasangan alat, pemeriksaan alat, pengujian, berita acara, menerbitkan surat layak pakai.

Disinggung mengenai kesepakatan atau pemberian uang, Sahat mengaku menyampaikan pada tim untuk dihitung berapa kebutuhan ril yang akan diperlukan dan untuk melakukan studi banding damkar DKI dan kota Bekasi.

Apalagi, Kabupaten Bekasi baru pertama mengeluarkan rekomendasi untuk apartemen dan rumah sakit. Setelah dihitung kebutuhan ril Rp 27 juta per tower.

"Sehingga totalnya Rp 1 miliar 67 juta. Semua biaya di bawah pemeriksaan ditanggung pemilik bangunan," beber Sahat.

Commitmen fee Rp 27 juta per tower, kata Sahat, disepakati antara Asep Buchori dengan pihak pengembang. "Waktu itu permohonan yang mengajukan Edi Soesianto dan Satriadi. Tetapi terkait jumlah dana, Pak Asep dengan Hendry Jasmen," katanya.

Ia pun menyampaikan Bupati Bekasi Neneng Hasanah meminta rekomendasi dipercepat. Jaksa melanjutkan, terkait dengan dugaan 'backdate' pada sejumlah dokumen perizinan, apakah sudah dimulai sebelum proses pengurusan izin selesai.

"Saya tidak mengetahui dibuat tanggal mundur yang saya tahu pak Asep dapat permintaan dari Lippo. Tahu soal backdate pada saat ditanyakan dalam penyidikan. Mundur tidak tahu," kata jaksa membacakan berita acara pemeriksaan Sahat.

Sementara itu, terkait uang dari Hendry Jasmen, Sahat mengakui mendapatkan secara bertahap. Pertama, pada Mei 2018 mendapatkan Rp 200 juta. Uang yang dimasukkan ke dalam mobil Asep itu diberikan Hendry di salah satu kantor di Lippo.

Kemudian uang dibagi untuk Asep Rp 70 juta dan Sahat menerima Rp 130 juta.
Tahap kedua pada Juni 2018, menerima uang Rp 300 juta yang kemudian dibagi kepada Asep sebesar Rp 120 juta.

Tahap ketiga pada Juli 2018, diterima Asep di Mustika Jaya. Sahat mendapatkan Rp 150 juta dan Asep Rp 70 juta.

Sedangkan tahap terakhir yang diterima Sahat dan Asep pada 11 Oktober 2018. Saat itu, Hendry Jasmen memberikan amplop kepada Asep di sebuah restoran di Bekasi. Isinya uang rupiah dan dolar Singapura. Keesokan harinya uang tersebut ditukar dan didapatkan Rp 230 juta. Asep mendapatkan Rp 60 juta dan sisanya Rp 170 juta untuk Sahat.

"Total yang saya terima Rp 610 juta. Jadi, sisanya untuk biaya pemeriksaan operasional pemasangan alat kebakaran. Seminggu sebelum Lebaran, bupati bilang lagi memerlukan uang. Sehari sebelum Lebaran menghadap beliau memberi Rp 30 juta," kata Sahat.

Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan Dinas Damkar Kabupaten Bekasi, Asep Buchori menyatakan bahwa total uang yang masuk untuk rekomendasi itu sebesar Rp 1,06 miliar. Penyerahan dilakukan sebanyak empat kali.

Dari penerimaan itu, ia mendapatkan uang setiap kali pengembang menyerahkan uang. "(Tiap penerimaan uang) Dari Rp 200 juta, saya dapat Rp 70 juta," ucapnya.

"Uangnya digunakan (pribadi) untuk bangun masjid dan sunatan massal," ucapnya.

[Sumber : Merdeka]

Berita Lainnya

Index