Menghadapi Bulan Ramadhan, Tedi Candra Ajak Masyarakat Melestarikan Budaya Festifal Lampu Colok

Menghadapi Bulan Ramadhan, Tedi Candra Ajak Masyarakat Melestarikan Budaya Festifal Lampu Colok

DUMAI - Menghadapi bulan Ramadhan sudah menjadi budaya oleh masyarakat melayu di Kota Dumai untuk mempersiapkan malam festival lampu colok. Meski Ramadhan menyisakan beberapa hari lagi, sejumlah pemuda sudah mulai gencar membuat berbagai bangunan untuk memperindah bentuk dan jenis cahaya lampu colok yang akan diperlombakan pada malam ke 27 Ramadhan mendatang.

Tak terkecuali Tedi Candra bin Nuzirman, sebagai tokoh pemuda Kota Dumai, dirinya bersama pemuda di Kecamatan Dumai Kota, khususnya Jalan Tenaga sekitarnya mulai bergotong royong mempersiapkan bangunan lampu colok yang akan menyemarakkan malam 27 Ramadhan nantinya.

"Sebagai generasi penerus negeri dan masyarakat yang ada di bumi lancang kuning ini, mari bersama kita lestarikan budaya negeri sudah dari turun-temurun kita jaga bersama, ayo pemuda dan masyarakat serta dinas yang terkait yaitu dinas parawista bersama kita satukan hati untuk tradisi negeri ini agar budaye kite tetap hidup dan kembali terlestari untuk generasi anak-anak dan cucu kite nanti." ajak Tedi Candra.

Festival Lampu Colok bagi masyarakat melayu yang tinggal di kota Dumai, Provinsi Riau adalah sebuah tradisi unik yang dirayakan dengan cara menghias kampung dengan lampu colok.

"Tradisi ini dilakukan setiap tahunnya pada bulan Ramadhan, yaitu bulan suci dimana umat Islam melakukan puasa pada waktu itu. Setiap sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, maka masyarakat Melayu akan menghias kampung mereka dengan lampu colok." tambah Tedi.

Dilanjutkannya, hiasan ini dibuat lebih menarik dengan menyusun lampu colok dengan pola tertentu. Lampu colok atau yang juga disebut dengan lampu teplok di daerah lain adalah lampu berbahan bakar minyak tanah dengan sumbu pada bagian tengahnya. Lampu ini masih dapat diperoleh terutama di pasar-pasar tradisional. Namun untuk keperluan Festival Lampu Colok, biasanya warga secara bergotong royong membuat sendiri lampu coloknya.

Tentu saja lampu colok yang hasilkan akan berbeda dengan lampu colok yang dijual secara komersial. Tujuan membuat lampu colok adalah untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan. Karena lampu colok yang digunakan untuk satu hiasan bisa berjumlah ratusan.

"Tradisi menghias kampung dengan lampu colok masih bertahan hingga kini di kota Dumai. Meskipun sebenarnya saat ini sudah tersedia lampu listrik yang bisa menghasilkan penerangan yang lebih baik." ujarnya.

Sebenarnya festival lampu colok ini bukan hanya tradisi di Dumai, namun masyarakat melayu di daerah lain yang berdekatan juga mempunyai tradisi yang sama. Proses pembuatan lampu colok untuk keperluan festival bisa dibilang sangat sederhana. Lampu colok dibuat dari botol kaca bekas yang sebelumnya telah dikumpulkan oleh warga. Botol kaca tersebut dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai wadah untuk menampung minyak.

Lampu colok sendiri tidak terlihat menarik, karena memang fungsi utamanya adalah sebagai alat penerangan. Oleh karena itu dibuatlah tempat menyusun jejeran lampu colok dengan pola tertentu.

"Umumnya pola yang dipilih berbentuk masjid yang merupakan tempat ibadah bagi umat Islam lengkap dengan kubahnya. Tempat untuk menaruh lampu colok ini dibuat dari bilah bambu atau dari potongan kayu lainnya." jelasnya. ***

#Festival Lampu Colok

Index

Berita Lainnya

Index