Mantap...! Rekor, Produksi Migas Indonesia di Atas Target

Selasa, 03 Januari 2017 | 13:36:37 WIB
Seorang pekerja di proses pembuatan baja di Pabrik Krakatau Steel, Cilegon, 26 November 2014. Krakatau Steel bisa memproduksi pipa untuk kepentingan sektor migas dengan kapasitas 115.000 ton/tahun. TEMPO/Tony Hartawan.

JAKARTA (WAHANARIAU) - Selama lima tahun terakhir Indonesia gagal penuhi target produksi minyak dan gas. Tapi, tahun ini berbeda. Realisasi produksi minyak dan gas bumi sepanjang 2016 melampaui target.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merilis, sepanjang 2016, rata-rata produksi minyak 831 ribu barel per hari dan produksi gas bumi mencapai 1.418 ribu barel ekuivalen minyak per hari. Dalam APBN-P 2016, lifting minyak ditargetkan hanya 820 ribu barel per hari dan gas 1.150 ribu barel ekuivalen minyak per hari.

"Apresiasi saya untuk kerja keras seluruh pihak," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam keterangan tertulis yang dikutip kemarin.

Produksi dan lifting migas yang melebihi target tersebut, kata Jonan, terjadi di tengah rendahnya harga minyak dunia. Realisasi harga minyak Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) hingga akhir 2016 sekitar US$ 39,5 per barel dengan asumsi harga di APBN-P 2016 US$ 40 per barel.

Realisasi lifting 2016 ditopang oleh delapan dari sepuluh proyek migas yang rampung tahun ini. Di antaranya fasilitas puncak produksi Blok Cepu sebesar 185 ribu barel per hari, produksi lapangan Bukit Tua oleh Petronas Carigali Ketapang sebesar 20 ribu barel per hari, serta proyek Pertamina EP di Lapangan Pondok Makmur dan Lapangan Donggi.

Sedangkan biaya pengganti operasi (cost recovery) yang akan dibayar pemerintah tahun ini mencapai US$ 11,4 miliar. Angka ini lebih tinggi dibanding batas yang dipatok APBN-P 2016 sebesar US$ 8,4 miliar.

Jonan mengatakan pemerintah terus mendorong iklim investasi di subsektor migas agar menjadi lebih bergairah. Salah satunya dengan melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang cost recovery.

Dalam dua tahun terakhir, industri migas mengalami tantangan rendahnya harga minyak, sehingga berdampak terhadap aktivitas migas, khususnya eksplorasi.

"Revisi PP tersebut diharapkan dapat membuat aktivitas eksplorasi migas meningkat, sehingga peluang penemuan cadangan migas lebih tinggi," kata Jonan.

Pemerintah sedang menyiapkan skema kontrak bagi hasil migas gross split. Melalui skema ini, Jonan berharap, pemerintah bisa mengefisiensikan pengelolaan biaya, menyederhanakan birokrasi, serta mempercepat dan mengefektifkan eksplorasi-eksploitasi.

"Skema bagi hasil gross split disusun dengan tetap mendorong penguatan industri di dalam negeri," ujar Jonan.

Tahun ini, lifting minyak ditargetkan menjadi 825 ribu barel per hari. Angka itu lebih tinggi dibanding asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 yang sudah disetujui, yakni sebesar 815 ribu barel per hari.

"Lumayan, tambah 10 ribu," kata Jonan, pertengahan bulan lalu. Penambahan itu jauh lebih tinggi ketimbang kesepakatan SKK Migas dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), yakni 808,4 ribu barel per hari.

Menurut SKK Migas, aktivitas produksi tahun ini bakal mencakup pengeboran pengembangan di 223 sumur, aktivitas kerja ulang sebanyak 860 sumur, serta perawatan sumur sebanyak 57.512 kegiatan.

Selain itu, survei seismik 2D bakal berlangsung di lahan seluas 3.080 kilometer, survei seismik 3D seluas 2.795 kilometer persegi, dan pengeboran eksplorasi di 25 sumur.

Pada 2017, lifting bakal ditopang oleh wilayah kerja utama, seperti Blok Rokan di Riau yang dikelola Chevron Pacific Indonesia sebesar 228 ribu barel per hari, ExxonMobil yang mengelola Blok Cepu di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur sebesar 200 ribu barel per hari, serta Pertamina EP (seluruh Indonesia) sebesar 84 ribu barel per hari.

Juru bicara ExxonMobil, Erwin Maryoto, siap membantu menaikkan lifting. Masalahnya, penambahan produksi Exxon masih menunggu persetujuan revisi amdal. Saat ini, seluruh fasilitas untuk penambahan produksi menjadi 200 ribu barel per hari sudah siap.

Perusahaan tidak perlu menambah modal, melainkan hanya menaikkan biaya operasional. "Produksi naik, pasti biayanya naik," kata Erwin.

Dari catatan ‎Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi minyak dan gas bumi (migas) di 2011 hanya 898.000 barel per hari atau hanya 95,02%, di bawah target APBN-Perubahan 2011 sebesar 945 ribu barel per hari.‎

Pada 2012 juga kembali terjadi, begitu juga di 2013 yang hanya tercapai sebesar 98,4% atau setara 1,218 juta barel per hari dari target 1,24 juta barel per hari, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013. (Tempo)

Terkini