Elektabilitas Golkar Merosot Akibat Setya Novanto Terbelit Kasus Korupsi e-KTP?

Selasa, 03 Oktober 2017 | 18:02:58 WIB

JAKARTA - Lagi-lagi isu pelengseran Setya Novanto dari kursi ketua umum Golkar gembos di tengah jalan. Rapat pleno yang dinantikan tak kunjung digelar, meskipun Tim Pengkajian telah memutuskan untuk meminta penonaktifkan Setya Novanto dari kursi ketua umum.

Seperti dilansir Merdeka, rapat pleno yang sedianya akan digelar Jumat 29 September lalu. Rapat ini membahas rekomendasi Tim Pengkajian yang menghasilkan elektabilitas Golkar merosot akibat terbelitnya Novanto di kasus korupsi e-KTP.

Sayang, rapat dinyatakan ditunda. Dengan alasan, Kantor DPP Golkar digunakan Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie (Ical) untuk nonton bareng film G30S PKI.

"Tahu-tahu tadi kesekjenan bilang 'pak itu sudah tiga hari lalu sudah diminta oleh Aburizal Bakrie, pembina'. Dia akan nonton dengan kru PND, anak-anak muda Golkar itu kan yang satu grup," kata Ketua Tim Pengkajian Yorrys Raweyai dalam pesan singkatnya, Jumat (29/9/2017).

Rapat pleno rencananya akan ditunda pada Senin 2 Oktober kemarin. Namun, lagi-lagi pleno tak kunjung digelar. Terlebih, ada putusan praperadilan yang menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto dalam kasus e-KTP tidak sah.

Putusan praperadilan ini membawa angin segar buat Novanto. Suara dukungan pun langsung terdengar. Setelah sebelumnya banyak yang menyudutkan Novanto dari internal Golkar, termasuk hasil tim pengkajian pimpinan Yorrys.

Sekjen Golkar Idrus Marham bahkan telah menegaskan, tak ada rapat pleno penonaktifkan Novanto. "Tidak ada. Tidak ada (rapat pleno) hari ini," ujar Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta Barat, Senin siang.

Partai Golkar baru akan mengagendakan rapat pleno antara 27 atau 28 Oktober 2017 mendatang.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Mahyudin mengatakan, saat ini penunjukkan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum tidak lagi diperlukan. Sebab, PN Jakarta Selatan telah menganulir penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP oleh KPK.

"Tapi kan ketua umum kan sebagaimana kita ketahui menang di praperadilan otomatis statusnya dia sekarang tidak tersangka. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk Plt-pltan," kata Mahyudin saat dihubungi, Senin (2/10).

Secara aturan AD/ART juga tidak serta merta bisa memberhentikan dan menunjuk Plt tanpa melalui mekanisme Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Mahyudin mengklaim DPD-DPD solid menginginkan Setnov tetap menjadi ketua umum. 

Namun, Ketua Tim pengkajian Yorrys Raweyai tetap pada pendirian. Ingin Novanto nonaktif demi penyelamatan Partai Golkar.

Yorrys mengakui internal partai terbelah dua. Antara loyalis Setya Novanto dengan pihak yang ingin Novanto mundur dari jabatan ketum.

"Biasa lah itu kan demokrasi kan, kalau semua setuju bukan demokrasi namanya itu otoriter. Kalian kan sudah lihat orang-orang yang ingin ada pergantian ketum siapa, orang orang yang ingin tetap dipimpin Novanto siapa kalian kan lebih tahu," ujar Yorrys.

Yorrys menegaskan, bakal konsisten pada sikapnya mengambil alih dan melakukan rapat pleno membahas mekanisme pergantian ketum. Dia juga menyebut nama Airlangga Hartarto menjadi sosok yang kuat menjabat sebagai Plt Ketua Umum Golkar. "Iya dong itu kan keputusan rapat, kita konsisten saja pada keputusan itu," ucapnya.

Di satu sisi, Ketua Harian Nurdin Halid menegaskan, rapat pleno pelengseran Novantobisa saja terjadi.

Nurdin mengatakan, rapat pleno penonaktifan Setnov bisa dilakukan tanpa harus tanda tangan Idrus Marham. Namun dia tak mau memastikan, kapan rapat pleno itu terealisasikan.

"Bisa saja (rapat tanpa tanda tangan Sekjen). Korbid kepartaian juga bisa. Ketua harian juga bisa. Tergantung kepentingannya kan," kata Nurdin usai rapat bahas Pilkada serentak di DPP Golkar, Senin (2/10/2017).

Ketika ditegaskan, rapat pleno bisa digelar tanpa persetujuan Sekjen Golkar, Nurdin mengatakan, bisa saja.

"Ya bisa saja. Misalkan saja begini, korbid kepartaian dan wasekjennya bikin rapat. korbid polhukamnya kan juga bisa," tegas Nurdin.

Terkini