Eksekusi Mati Jilid III, Kejagung Harus Transparan Terkait Anggaran

Sabtu, 10 Maret 2018 | 21:15:30 WIB
Jaksa Agung M Prasetyo (baju putih)

JAKARTA - Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) Willy Prakarsa mendesak Kejaksaan Agung di bawah kendali M Prasetyo transparan terkait dugaan penyalahgunaan anggaran dalam pelaksanaan eksekusi terhadap sejumlah terpidana mati jilid III kasus narkotika di Indonesia yang pernah dicurigai oleh Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA).

"Ini era demokrasi jadi sah-sah saja memberikan kritikan bersama pada instansi pelayanan publik. Khususnya di Kejaksaan soal anggaran pelaksanaan eksekusi terhadap sejumlah terpidana mati kasus narkotika," ungkap Willy di Jakarta, Jumat (09/03/2018).

Hal ini demi meningkatkan pelayanan publik di Indonesia yang masih jauh tertinggal daripada negara lain. Bahkan, Rilis hasil riset Ombudsman akhir tahun 2017 menunjukkan fakta bahwa sebagian besar instansi pelayanan publik di Indonesia memiliki rapor merah, baik di tingkat nasional maupun daerah.

BACA : Tantangan Ekstremisme Dalam Beragama

"Sekarang eranya serba transparan, maka harus dibangun kesadaran dalam membuka ruang keterbukaan informasi anggaran secara transparan ke publik," kata Willy.

Sebelumnya, Fitra menemukan pihak Kejaksaan mengajukan Rp200 juta untuk masing-masing narapidana. Dalam eksekusi mati gelombang tiga diketahui bahwa terdapat 14 narapidana yang semula akan menjalani eksekusi. Total keseluruhan dalam satu kali pelaksanaan eksekusi di lembaga Kejaksaan sebesar Rp2,8 miliar.

"Dan kemarin itu yang dieksekusi hanya empat, sisa dananya ke mana? Syukur kalau dikembalikan, nah kalau tidak? Asal pas eksekusi jangan minta dana lagi saja," kata Staf Advokasi Fitra Gulfino Che Guevarrato.

BACA : Jokowi Berharap Bank Wakaf Bisa Selesaikan Masalah Yang Tidak Bisa Diselesaikan Perbankan

Willy berharap di tahun ini Kejagung bisa lebih transparan dalam penggunaan anggaran terlebih masih tersisa 10 gembong narkoba terpidana mati yang belum di eksekusi oleh Kejagung.

"Anggaran eksekusi mati memang rawan pelanggaran dan penyelewengan. Eksekusi mati jilid III tersisa 10 gembong narkoba, publik juga kepingin tahu sisa anggaran eksekusi mati. Jangan sampai ada asumsi macam-macam diluar," ujarnya.

Masih kata Willy, jika dikatakan bahwa seluruh anggaran yang telah disiapkan tidak bisa di kembalikan maka harus dibuka ke publik.

BACA : Akhir Maret 2018, Jokowi Akan Rombak Urusan Perizinan dan Ketenagakerjaan

"Kami berharap jika nantinya ada eksekusi mati Jilid IV, Kejagung harus blak-blakan soal duit penggunaan eksekusi tersebut sudah dipakai untuk apa saja. Jangan sampai, hanya gara-gara tidak transparansi anggaran kepercayaan rakyat Indonesia terhadap lembaga Kejaksaan semakin menurun. Jokowi butuh anak buah yang bisa bekerja sungguh-sungguh ke rakyat sehingga bisa makin dipercaya memimpin kembali untuk 2 periode," pungkasnya.

Untuk diketahui, sisa 10 terpidana mati yang ditunda telah dikembalikan ke asal lapas semula. Kesepuluh terpidana yang dimaksud adalah Obinna Nwajagu, Eugene Ape, Federik Luttar, Ozias Sibanda, Zulfikar Ali, Gurdip Singh, Meri Utami, Pujo Lestari, Agus Hadi dan Okonkwo Nongso.

Sumber : Rimanews

Terkini