DUMAI - Dalam rangka memperingati Hari Anak Balita Nasional, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dumai menggelar edukasi kesehatan tentang stunting oleh dr Siska Silviana SpA, sekaligus pembagian makanan tambahan balita yang digelar di Poliklinik Anak RSUD Dumai, Kamis (11/4/2019).
Pemateri dr Siska Silviana SpA mengatakan, Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama.
Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah ini, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. "Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah," kata dr Siska Silviana SpA.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
"Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih," tutur dr Siska Silviana SpA.
Diterangkan dr Siska Silviana SpA, kesehatan berada di hilir. Seringkali masalah-masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Karena itu kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.
"Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam," kata dr Siska Silviana SpA.
Istilah "Isi Piringku" dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.
Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.
Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.
Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.
"Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas," kata dr Siska Silviana SpA.
Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.
"Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya," tutup dr Siska Silviana SpA.
Untuk diketahui, stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
Artikel atau Galleri Foto ini merupakan bentuk kerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Dumai.
[Galleri Foto]

Pemateri dr Siska Silviana SpA memberikan materi tentang edukasi kesehatan stunting kepada puluhan masyarakat yang hadir di Poliklinik Anak RSUD Dumai.

Masyarakat tampak antusias mendengarkan materi yang disampaikan dr Siska Silviana SpA tentang edukasi kesehatan stunting yang dilaksanakan di Poliklinik Anak RSUD Dumai.

Perwakilan ibu-ibu menerima bingkisan dari panitia saat menghadiri edukasi kesehatan stunting yang dilaksanakan di Poliklinik Anak RSUD Dumai.

Masyarakat tampak antusias mendengarkan materi yang disampaikan dr Siska Silviana SpA tentang edukasi kesehatan stunting yang dilaksanakan di Poliklinik Anak RSUD Dumai.

Pegawai Rumah Sakit bersama ibu-ibu dan anak-anak foto bersama usai medengarkan edukasi kesehatan stunting yang dilaksanakan di Poliklinik Anak RSUD Dumai.

Pemateri dr Siska Silviana SpA bersama Pegawai Rumah Sakit serta tamu undangan foto bersama usai memberikan edukasi kesehatan stunting yang dilaksanakan di Poliklinik Anak RSUD Dumai.