Diduga Paksa Pengusaha PKS jadi Tersangka, Oknum Polda Dilaporkan ke Divpropam

Diduga Paksa Pengusaha PKS jadi Tersangka, Oknum Polda Dilaporkan ke Divpropam
Sukardi, pengusaha PKS di Rokan Hulu yang dipaksa mengaku sebagai tersangka oleh oknum Polda Riau

PEKANBARU (WAHANARIAU) - Diduga memaksakan seorang pengusaha pabrik kelapa sawit (PKS) menjadi tersangka, oknum penyidik Unit II Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau ditegur Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Kapolda Riau Irjen Pol Zulkarnain Adinegara yang dikonfirmasikan wartawan mengenai perkara ini usai pelantikan Direktur Ditlantas, mengaku belum mengetahuinya. Namun dia langsung memanggil Kabid Propam Kombes Pol Pitoyo Agung dan menanyai. 

Pitoyo yang ditanya Kapolda terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP) mengaku belum dapat tembusan surat pemberitahuan dari Mabes Polri. Tetapi diakuinya kasus itu memang ada, namun sudah lama.

Menanggapi adanya laporan KEPP itu, Kapolda Riau Zulkarnain menegaskan, hal itu tidak masalah karena merupakan hak warga negara. "Silahkan saja, itu hak warga negara untuk melaporkan, kalau merasa dia tidak dilayani oleh polisi dengan baik,'' katanya.

Kapolda menambahkan, polisi tentu punya alasan menjadikan seseorang jadi tersangka. Pasti sudah ada dua alat bukti yang cukup.

"Mestinya jangan dilaporkan pelanggaran kode etika, tapi praperadilan. Sepatutnya. Itu menurut saya, ya. Supaya bisa diuji, dengan alat bukti itu menjadikan seseorang menjadikan tersangka, masuk atau tidak,"tukasnya.

Di tempat terpisah, pihak yang ditetapkan sebagai tersangka penyidik Ditreskrimum Polda Riau, Sukardi kepada wartawan, mengaku dirinya merasa "dikriminalisasikan" oleh oknum penyidik bersangkutan.

"Sekarang saya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi sampai sekarang saya tidak ditahan. Saya dijadikan tersangka dugaan penggelapan dalam jabatan. Padahal saya tidak pernah menjadi direktur di perusahaan PKS itu,"tukasnya.

Sukardi mengatakan, karena diperlakukan tidak adil, dirinya kembali melaporkan beberapa penyidik Ditreskrimum Polda Riau itu ke Mabes Polri. Laporan tersebut ditanggapi Mabes Polri, dengan mengirim Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan Propam (SP2HP2) nomor B/77-2/VIII/2016/Divpropam tertanggal Jakarta, 31 Agustus 2016.

Di surat itu, pada point (2) huruf (c) disebutkan; dari hasil penyelidikan dan klarifikasi dapat disimpulkan sementera diduga telah terjadi pelanggaran KEPP yang dilakukan penyidik Unit II Subdit IV Ditreskrimum Polda Riau. Saat ini proses itu masih dalam tahap pendalaman penyelidkan oleh Birpaminal Divpropam Polda Riau.

Penetapan tersangka Sukardi itu bermula dari pembelian sebuah PKS di Ujungbatu, Kabupaten Rokan Hulu. Waktu itu Sukardi sepakat untuk mengambil alih atau take over dari pemilik lama, Herry seharga Rp82,5 miliar. 

Pembelian PKS itu dilakukan dengan cicilan. Untuk membantu cicilan, Herry kepada Sukardi menggunakan pinjaman bank. Tetapi Sukardi diminta untuk perjanjian di dalam akta perjanjian baru dengan sistem pembagian saham 70 untuk Herry dan 30 untuk Sukardi.

Semula akta ini hanya digunakan untuk memuluskan pinjam bank. Tetapi ternyata, akta perjanjian ini lah yang digunakan untuk mengambil alih PKS tersebut.

Sukardi mengakui, dirinya telah mengeluarkan uang sebesar Rp27,4 miliar. Pabrik yang sudah sebenarnya sudah menjadi hak miliknya kini dikuasai kembali oleh Herry. Mirisnya lagi, kini Sukardi sudah dipidanakan di Polda Riau.***(riauterkini)

 

Berita Lainnya

Index