Begini Kinerja OJK Di Mata Para Bankir

Begini Kinerja OJK Di Mata Para Bankir

 

JAKARTA (WAHANARIAU) -- Masa jabatan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK) periode 2012 hingga 2017 akan segera berakhir pada 23 Juli 2017 mendatang.

Selama lima tahun menjabat, berbagai program dan kebijakan sudah dikeluarkan untuk membangun OJK menjadi otoritas yang kredibel dalam menjalankan tugasnya.

Program-program dan kebijakan yang dikeluarkan OJK selama ini, telah mendorong industri keuangan khususnya perbankan menjadi lebih baik.

Hal ini tercermin pada kondisi perbankan yang stabil baik dari segi aset, permodalan, daya tahan dan kondisi likuiditas.

Kinerja perbankan menjadi semakin bagus dan prudent berkat pengawasan OJK yang ketat.

Para bankir melihat, selama industri perbankan diawasi oleh OJK, tata kelola di industri keuangan khususnya perbankan menjadi lebih terarah dan terukur.

Terlebih, sikap OJK yang lebih transparan telah meningkatkan keyakinan industri keuangan terhadap OJK, sehingga mampu mendorong perbankan tumbuh lebih positif lagi.

Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga, Tigor M Siahaan menilai, program-program dan kebijakan yang selama ini dikeluarkan OJK telah memberikan dampak positif ke perbankan.

Hal ini seiring kebijakan OJK yang transparan, dengan selalu mengajak pelaku industri untuk memberikan masukan-masukan mengenai program dan kebijakan yang akan dikeluarkan.

"Saya rasa OJK itu baik, mereka sangat transparan. Peraturan-Peraturan (POJK) yang keluar itu biasanya mereka sampaikan dahulu kepada pemain di industri keuangan dan menerima tanggapan dengan terbuka, dan selama ini hubungannya baik," ujar Tigor dalam keterangannya, Minggu (12/2/2017).

Selain itu, kata dia, lembaga yang dibangun dari nol ini, saat memformulasikan suatu kebijakan sudah memperhatikan berbagai sisi. Sehingga kebijakan yang ditetapkan OJK telah mendorong perbankan untuk tumbuh lebih baik lagi.

OJK selaku regulator industri jasa keuangan diharapkan dapat terus mengedepankan sisi keterbukaannya kepada pelaku di industri perbankan.

"Kami harapkan bahwa keterbukaan dan saling tanggap menanggapi ini masih terus berlangsung antara OJK dan pelaku industri. Kita merasa bahwa pertumbuhan dan prudensial harus berjalan secara balance. Dari segi penerapan governance, penerapan regulasi, dan menjaga pertumbuhan ini tetap searah seperti yang sudah berlangsung," ucapnya.

Stabilitas Industri

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank MNC Internasional (MNC Bank) Benny Purnomo juga memandang, bahwa keberadaan OJK sejak 2012 lalu memperlihatkan kinerja yang baik khususnya dari segi pengawasan industri perbankan.

Menurutnya, peran OJK cukup besar dalam menjaga stabilitas industri keuangan nasional yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi domestik.

"Saya melihat bahwa OJK selama 5 tahun ini berhasil memperlihatkan kinerja yang baik, dalam arti orang-orang yang sebelumnya ragu pada OJK seperti apa, sekarang sudah melihat peran OJK yang sangat besar di perekonomian Indonesia," paparnya.

Banyak program-program OJK yang menunjang perekonomian Indonesia, seperti program Jaring, dan program literasi keuangan dalam mendorong masyarakat untuk mengenal produk dan jasa di industri keuangan.

Secara pribadi, kata dia, sejak OJK berdiri pada 2012, saat ini OJK sudah bisa menjalankan peranannya dalam meningkatkan pertumbuhan industri keuangan yang nantinya mendorong perekonomian nasional lebih baik.

"OJK dengan literasi keuangannya itu, mulai merambah ke penjuru nusantara. Mereka bekerja sama dengan bank-bank melatih mereka, salah satu contohnya yang diselenggarakan oleh kami yang memberikan presentasi ke sekolah-sekolah di Kabupaten terpencil untuk mengajarkan pentingnya menabung," tambahnya.

Sejak industri perbankan masuk dalam pengawasan OJK, kinerja perbankan tumbuh stabil yang tercermin dari meningkatnya aset, permodalan, daya tahan dan kondisi likuiditas bank.

Total aset perbankan sampai Desember 2016 mencapai Rp 6.730 triliun meningkat dibanding posisi 2014 sebesar Rp 5.615 triliun. Sedangkan rasio permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57 persen di Desember 2014 menjadi 22,91 persen pada Desember 2016.

Rasio modal inti (tier 1) juga meningkat dari 18,01 persen pada 2014 menjadi 21,18 persen pada akhir 2016.

Meningkatnya CAR dan modal inti menunjukkan membaiknya kualitas bank dalam menyerap risiko-risiko yang muncul.

Di sisi lain, likuiditas perbankan juga berada dalam posisi yang membaik dengan melihat rasio Loan to deposit (LDR) yang mencapai 90,70 persen atau meningkat dibanding posisi Desember 2014 sebesar 89,42 persen.

Sementara untuk kredit meski pertumbuhannya melambat namun tingkat suku bunga kredit menunjukkan tren penurunan.

Nilai kredit perbankan pada 2014 tercatat sebesar Rp 3.674 triliun, sementara pada 2016 meningkat menjadi sebesar Rp 4.377 triliun.

Rata-rata suku bunga kredit perbankan menurun dari posisi 12,92 persen di 2014 menjadi 12,17 persen di 2016. (kompas)

Berita Lainnya

Index