RCT Desak Penuntut dan Hakim Agar PT JJP Didenda Rp10 Miliar

RCT Desak Penuntut dan Hakim Agar PT JJP Didenda Rp10 Miliar

PEKANBARU (WAHANARIAU) - Jelang pembacaan tuntutan Jaksa pada 1 April 2017, Riau Corruption Trial (RCT) meminta penuntut umum dan majelis hakim dalam persidangan kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dengan terdakwa PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) yang diwakili oleh Halim Gozali sebagai Direktur, agar menuntut terdakwa membayar denda 10 Miliar dan menutup seluruh tempat usaha atau kegiatan.

“Lahan terbakar merupakan lahan gambut. Api berasal dari luar kawasan PT JJP dan merambat ke blok S dan T PT JJP. Tetap saja PT JJP dapat dikenai pertanggungjawaban pidana, karena PT JJP sengaja membiarkan lahannya terbakar hingga 20 hari,” kata Ahlul Fadli selaku Koordinator RCT, saat konferensi pers pada awak media, Kamis (30/3/2017).

Menurut penjelasan ahli kebakaran hutan dan lahan, Bambang Hero Saharjo, faktor kesengajaan dapat dilihat dari lambatnya korporasi dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di arealnya.

Hal ini dapat dilihat dari tidak tersedianya sarana prasarana PT JJP baik early detection system (sistem deteksi dini) dan early warning system (sistem peringatan dini). Jika sarana prasarana dari PT JJP memenuhi aturan yang berlaku, maka kebakaran yang terjadi dapat segera diatasi.

“Bambang Hero juga menjelaskan adanya modus kesengajaan membakar lahan untuk meningkatkan produksi sawit, karena abu bekas pembakaran dapat menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman sawit,” ujar Ahlul Fadli.

Sebelumnya, tim RCT mengunjungi areal yang terbakar pada 22 Februari 2016, tim menemukan areal bekas terbakar telah ditanami sawit berumur 2-3 tahun. Ini membuktikan di areal bekas terbakar subur untuk ditanami sawit. Tim juga menemukan sarana prasarana yang tersedia dalam kondisi baru, baik mesin pompa air hingga menara pemantau api.

Anehnya Dalam penanganan perkara PT JJP, RCT mencatat terdapat pergantian hakim hingga 10 kali.

“Pergantian majelis hakim yang menangani perkara PT JJP ini menunjukkan bahwa majelis hakim tidak profesional, tidak bertanggungjawab, tidak berintegritas dan tidak berdisiplin tinggi. Majelis hakim telah melanggar Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH),” jelas Ahlul Fadli. (Rls/Ferry)

Berita Lainnya

Index