Quo Vadis Capaian Kualitas Hidup Manusia Di Inhil?

Quo Vadis Capaian Kualitas Hidup Manusia Di Inhil?
Kabupaten Indragiri Hilir

TEMBILAHAN (WR) - Sejak beberapa tahun lalu, pembangunan di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) senantiasa dilakukan seakan tiada henti. Jalan, jembatan, dermaga dan lainnya kian terlihat apik. Seluruh pembangunan fisik berupa infrastruktur menjadi prioritas dalam setiap kegiatan keprograman Pemerintah Kabupaten yang berjuluk 'Negeri Seribu Parit' ini.

Namun, dibalik itu semua, terdapat sebuah ironi kehidupan masyarakat yang terjadi. Ya, saat ini, masyarakat Kabupaten Inhil terpaksa harus menelan 'pil pahit' akan bobroknya capaian kualitas hidup manusia.

Padahal, kualitas hidup manusia merupakan sebuah refleksi bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik Kabupaten Inhil, tercatat, kualitas hidup manusia yang diindikasikan dengan nilai Indeks Prestasi Manusia Kabupaten Inhil pada tahun 2015 dan 2016 masing - masing hanya bernilai 64,80 dan 65,35, kedua terendah setelah Kabupaten Kepulauan Meranti yang merupakan Daerah Otonom yang baru terbentuk.

Bahkan, jika dibandingkan dengan Kabupaten tetangganya, Indragiri Hulu yang memiliki IPM masing - masing 68,00 dan 68,87 pada tahun 2015 dan 2016, Kabupaten Inhil masih berada beberapa tingkat dibawah. Lebih - lebih lagi jika dikomparasi dengan kotamadya Pekanbaru sebagai Ibu Kota Provinsi Riau dan selaku daerah dengan IPM tertinggi Se - Provinsi Riau dengan nilai masing - masing 79,32 dan 79,69.

Lebih detil, dilihat dari beberapa komponen yang merupakan indikator dari tiga dimensi dasar pembentuk IPM yang terdiri dari umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak pun cenderung memprihatinkan.

Misalnya saja, Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) yang merupakan representasi dari dimensi Umur panjang dan hidup sehat, Kabupaten Inhil hanya mampu bercokol di peringkat 2 (Dua) terendah untuk tahun 2015 dan 2016 dengan nilai masing - masing 66,84 dan 66,95, satu tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan Kepulauan Meranti.

Ini berarti, rata - rata jumlah tahun yang dapat dicapai oleh seorang bayi yang baru lahir di Kabupaten Inhil hanya berkisar antara 66,84 sampai 66,95 tahun, jauh lebih rendah daripada Kota Pekanbaru yang bisa mencapai usia hingga 71 tahun.

Tinggi - rendahnya nilai AHH, umumnya dipengaruhi oleh faktor Kesehatan yang beberapa diantaranya dibentuk oleh kecukupan gizi hingga kelayakan fasilitas sanitasi. Dengan begitu, relatif rendahnya nilai AHH memberi kesimpulan, hampir secara keseluruhan, masyarakat Kabupaten Inhil belum mendapatkan seluruh aspek bersangkutan tersebut secara memadai.

Dari aspek pengetahuan yang diindikasikan melalui angka Rata - rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS), Kabupaten Inhil juga tidak lebih baik daripada AHH. Sejak 2015 hingga 2016, RLS dan HLS Kabupaten Inhil senantiasa berada pada 'Zona Merah' diantara Kabupaten dan Kota se - Provinsi Riau. Nilai RLS dan HLS pada tahun 2015 masing - masing ialah 6,82 dan 11,38, sedangkan pada 2016 terjadi kenaikan namun tidak signifikan, yakni 6,94 dan 11,58.

Tingkat signifikansi kenaikan nilai RLS dan HLS ini menggambarkan, upaya perbaikan kualitas hidup manusia dari aspek pengetahuan yang berkorelasi dengan pendidikan belum begitu serius dilakukan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Inhil selaku penyelenggara daerah.

Menilik aspek sosial - ekonomi, pengeluaran per kapita masyarakat Kabupaten Inhil hingga 2016 mencapai Rp. 9.911.000,- per tahunnya. Nilai tersebut belum cukup memuaskan jika melihat nilai pengeluaran per kapita masyarakat di Kabupaten Tetangga, Indragiri Hulu yang bernilai Rp. 10.068.000,- setelah terkoreksi sebesar Rp. 292.000,- dari tahun sebelumnya sebesar Rp. 9.776.000,-.

Langkah koreksi pun dari pihak Pemerintah Kabupaten Inhil dari tahun 2015 cenderung tidak terlihat. Hal ini dicerminkan dari kenaikan rata - rata pengeluaran per kapita masyarakat Kabupaten Inhil per tahunnya yang hanya berada pada level Rp 124.000,- atau hanya naik sekitar 1,25 persen.

Berbeda halnya dengan Kabupaten Indragiri Hulu yang mampu mendongkrak nilai pengeluaran per kapita masyarakatnya per tahun pada tahun 2016 hingga mencapai hampir 3 persen atau separuh dari kenaikan yang dialami Kabupaten Inhil. Padahal, di tahun 2015, Kabupaten Tetangga dari Kabupaten Inhil itu, sempat tertinggal Rp. 11.000,-.

Kondisi tersebut akan lebih terlihat memprihatinkan jika kita membuat rata - rata pengeluaran per kapita masyarakat Kabupaten Inhil per - bulan atau bahkan per hari. Seandainya hal ini dilakukan, maka pengeluaran masyarakat Inhil per kapita per bulannya hanya berada pada level Rp. 825.916,- atau Rp. 27.530,- per hari.

Pembangunan Infrastruktur Sebagai Sebuah Kebijakan Populis

Memang sudah semestinya, pembangunan dilaksanakan secara merata di setiap daerah. Tampaknya, hal itu pula lah yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Inhil. Namun, sayangnya, pembangunan yang dilaksanakan, semata - mata hanya difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang memang terlihat seperti sebuah kebijakan pembangunan populis yang banyak diterapkan di sejumlah daerah.

Kebijakan tersebut mungkin diambil dengan alasan bahwa pembangunan infrastruktur dapat dilihat fisiknya, berbeda hal nya dengan pembangunan manusia yang hasilnya tak tampak secara kasat mata, melainkan hanya manfaat yang dapat dirasa.

Tak hanya itu, beberapa pihak mensinyalir, kebijakan 'populis' pembangunan infrastruktur ini terkadang juga dimanfaatkan sebagai sebuah peninggalan monumental bagi para penjabat Kepala Daerah ketika tidak lagi terpilih atau mencalonkan diri pada periode Pemilu berikutnya.

Presiden Joko Widodo beberapa tahun silam pernah mengatakan, pembangunan infrastruktur tidak lebih penting ketimbang pembangunan manusianya, mengingat dinamika sosial dan ekonomi yang semakin hari semakin tinggi. Jadi, Presiden Joko Widodo berpendapat, Sumber Daya Manusia harus terlebih dahulu dibangun daripada infrastruktur.

Pernyataan ini, salah satunya juga dilatarbelakangi oleh pemikiran Presiden Joko Widodo bahwa pembangunan infrastruktur adalah pembangunan fisik yang akan terasa dampaknya secara langsung terhadap masyarakat. Progresnya pun dapat di ukur dengan jelas dan real. Sementara, pembangunan sumber daya manusia lebih abstrak, penilaiannya bersifat subjektif dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur.

Disamping itu, hal yang tidak kalah penting untuk diketahui ihwal pembangunan manusia adalah bahwa pencapaian kualitas hidup manusia yang direpresentasikan dengan nilai IPM sebagai tolak ukur, berbanding lurus dengan gelontoran Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan diterima oleh satu daerah.

Sebab, saat ini IPM digunakan sebagai salah satu tolak ukur dalam menghitung besaran DAU. IPM dimasukkan ke dalam formula untuk menghitung kebutuhan fiskal daerah. Implikasinya, semakin tinggi IPM, semakin tinggi pula DAU yang diterima daerah.

Artinya, dalam praktiknya untuk mendorong pembangunan infratsruktur yang bergantung dari kapasitas keuangan daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Inhil juga harus menciptakan kualitas hidup manusia yang layak melalui upaya pelaksanaan pembangunan manusia yang diukur menggunakan IPM sehingga DAU di Kabupaten dapat meningkat setiap tahunnya untuk kemudian dire - alokasikan guna pembangunan infrastruktur.

Idealnya, baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan manusia memiliki hubungan yang sangat erat. Kedua hal tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah siklus yang saling mendongkrak satu sama lainnya. Untuk itu, diperlukan pelaksanaan yang proporsional bagi keduanya agar sebuah daerah memperoleh pemerataan pembangunan, baik fisik maupun yang termasuk ke dalam kategori non - fisik. (Litbang/Dex)

Berita Lainnya

Index