Pola Pengelolaan Keuangan Keluarga, Semua Uang Milik Istri?

Pola Pengelolaan Keuangan Keluarga, Semua Uang Milik Istri?
Ilustrasi

JAKARTA (Wahanariau) -- Tak sekali dua kali mendapat keluhan, "Duh Mba, kesel kalau pasangan bertanya duit masih berapa, padahal saya tahu maksudnya sekedar bertanya, tapi jadinya sensitif, seolah-olah saya ditanya itu duit habis ke mana?" Atau, " capek harus minta terus, mbok ya tanpa minta dikasih jatah", dsb.

Anda tidak sendiri, banyak yang mengalami. Awal pernikahan yang manis, segala kesepakatan diiyakan tanpa berpikir bahwa akan menjadi masalah di kemudian hari. Berlindung di balik kalimat "mencintaimu tanpa syarat". Mungkin saat itu khilaf bahwa tanpa syarat itupun sebuah syarat. 

Contoh, sebelum menikah calon suami sudah mengatakan bahwa tidak bisa memberi semua pendapatannya, karena ia tipikal pria yang tidak bisa hidup jika tidak "memegang uang". Istri atau calon istri menerima, karena dia berpikir sejauh semua kebutuhan terpenuhi it's ok. Namun pada akhirnya uang bulanan tidak rutin, karena istri juga berpenghasilan, istri minta dikasih, istri enggak minta, suami tidak memberi. Seiring berjalannya waktu, jabatan naik diikuti dengan naiknya penghasilan, anak lahir, biaya sekolah muncul, harga-harga naik, masalah mulai timbul.

Yang juga sering menggelitik adalah memberi dan waktu berkunjung pada orang tua dan mertua. Masih sering ditemui, seorang suami diam-diam tanpa sepengetahuan istri memberi sejumlah uang kepada orang tuanya, karena tidak enak dengan istri, atau sebaliknya. Dampaknya adanya saling curiga. Memberi kepada orang tua dan mertua merupakan kewajiban jika mereka tidak mampu. Jika mampu?

Terkadang jumlah memberi ini menjadi masalah, istri maunya memberi dengan jumlah sama baik ke orang tua maupun mertua, sedangkan suami tidak sepakat, karena kebutuhan keduanya berbeda. Duduk bersama, tulis data kebutuhan masing-masing orang tua dan berapa kekurangannya, berapa yang harus disupport, sesuaikan dengan kemampuan keuangan anda. Silakan sepakati dengan pasangan standar mampu tersebut, dan alokasikan dalam pos pengeluaran secara rutin Itu hanya salah satu contoh perselisihan kecil dalam keuangan rumah tangga.

Dalam keluarga entah keduanya atau salah satu bekerja, kadang menyisakan perselisihan dalam pengelolaan keuangan. Dengan kesepakatan masih kerap terjadi hal-hal diatas, apalagi tanpa kesepakatan. Terlebih dengan budaya Indonesia bahwa laki-laki yang bekerja perempuan di rumah, berat untuk perempuan yang bekerja namun juga harus bertanggung jawab urusan rumah. Rumah tangga adalah tanggung jawab berdua, suami dan istri sebagai berkolaborasi untuk sebuah keberhasilan tujuan di dalamnya. 

Selain menyepakati pola pengelolaan keuangan dalam keluarga untuk menghindari perselisihan percik-percik kecil rumah tangga, suami dan istri sebagai satu kesatuan tim menyadari hak dan kewajiban masing-masing, juga harus menyelaraskan pos-pos dan tujuan keuangan, untuk menghindari dan mencegah terjadinya perceraian.

Angka perceraian di Indonesia terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 terjadi kasus 346.480, gugat talak cerai, 2013 terjadi 324.247 kasus, 2014 terjadi 344.237 kasus, dan 2015 terjadi 347.256 kasus, yang sebagian besar didominasi oleh masalah ekonomi.

Dalam hal pengelolaan keuangan keluarga ada beberapa yang bisa disepakati salah satunya, yaitu: 

Sistem 1 Keranjang

Masing-masing bekerja, atau salah satu yang bekerja. Penghasilan suami dan istri dijadikan satu, pengeluaran ditanggung bersama dan masing-masing mendapat uang bulanan, untuk kebutuhan pribadi. 

Sistem 2 Keranjang 

Uangku Uangku, Uangmu Uangmu, Keuangan terpisah. Sebelum Menikah masing-masing bekerja, saat menikah pengelolaan keuangan tidak mengalami banyak perubahan masing-masing menanggung pengeluaran yang telah disepakati. Sisa penghasilan yang tidak terpakai dikelola masing-masing. Kelemahan sistem ini adalah tidak transparannya gaji dan pengeluaran masing-masing.

Suami, Semua Uang Milik Istri atau Uang Suami Uang Istri, Uang Istri Uang Istri

Pengelolaan keuangan ini menyerahkan sepenuhnya kepada salah satu pasangan, bisa suami atau istri. Meskipun istri berpenghasilan, uang istri sepenuhnya menjadi hak milik istri, karena baik kebutuhan keluarga maupun nafkah (uang jajan istri) adalah tanggung jawab suami. Di agama Islam, bagi istri dalam hal memenuhi, atau berkontribusi dalam kebutuhan keluarga sifatnya sedekah. 

Baik istri berpenghasilan atau tidak, misal sebagai full time house mom, mendapat alokasi khusus, sebagai nafkah semacam uang lelah, uang jajan dari suami, yang sepenuhnya menjadi hak istri. Suami mendapat atau mengambil dahulu sejumlah keperluannya sebagai 'uang lelaki'. Tipe pengelolaan ini biasanya dilakukan jika penghasilan suami mencukupi untuk semua kebutuhan keuangan keluarga, temrasuk di dalamnya investasi.

Jika sudah mempercayakan keuangan kepada salah satu pihak, istri misalnya, hindari terlalu nyinyir atau kontrol berlebihan, kecuali memang terbukti tidak bisa dipercaya, uang menguap tanpa jejak, sebaiknya ambil alih pengelolaannya. 

Meski masih ada beberapa jenis pengelolaan keuangan dalam keluarga, umumnya itu yang berlaku di masyarakat. Apapun tipe pengelolaan keuangan yang Anda pilih, baiknya dikomunikasikan dengan baik, untuk tercapainya tujuan keuangan dan menghindari hal-hal seperti di atas. Selain kespakatan juga perlu kedisiplinan dan komitmen masing-masing pihak.

Selain menyepakatai pola pengelolaan keuangan, juga harus didukung pengetahuan mengelola gaji atau pendapatan. (detik)

Berita Lainnya

Index