Menurut Psikolog, Ini Penyebab Anak SMP ''Kebelet Nikah''

Menurut Psikolog, Ini Penyebab Anak SMP ''Kebelet Nikah''

JAKARTA - Tahun lalu, dua sejoli asal Baturaja, Sumatera Selatan, sempat bikin heboh karena pernikahannya. Betapa tidak, pasangan berusia 15 tahun ini menikah di usia yang menurut hukum di Indonesia belum semestinya. Dan sekali lagi, kasus rupa terjadi Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Sebagaimana dikutip dari laman detikWolipop, dua pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama ini dikabarkan 'kebelet' menikah. Pelajar pria dikabarkan baru berusia 15 tahun, sementara calon istrinya berusia 14 tahun.

Undang-undang di Indonesia sendiri telah mengatur batasan usia dalam pernikahan. Menurut Undang-undang pernikahan No. 1 Tahun 1974 batas usia minimal untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan pria 19 tahun.

Selain didasari atas alasan cinta, mereka kabarnya menikah karena siswi SMP tersebut hidup sebatang kara. Ibunya meninggal dan ayahnya merantau sehingga ia kerap merasa kesepian.

"Alasannya sih begitu yah. Si wanita ini juga menurut keluarganya tidak ada tanda-tanda, berbadan dua atau pun dijodohkan. Mereka memang pacaran," ujar Humas Kantor Kemenag Bantaeng, Mahdi Bakri saat dikonfirmasi detikcom, Sabtu (14/4/2018).

Menurut psikolog Liza Marielly Dzaprie, fenomena nikah muda yang terjadi dikalangan pelajar ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekitar dan informasi yang semakin cepat diakses.

Liza menyatakan bahwa secara psikologis anak-anak menyerap hal-hal yang mereka lihat baik di televisi maupun media sosial sehingga memicu untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang mereka lihat.

"Kayak sinetron sekarang itu kan tidak mendidik yang pernikahan dini atau film yang terus mempertontonkan anak-anak SMA pacaran, apapun itu kadang tanpa sadar maupun tidak sadar bisa mempengaruhi. Jadi kesannya oh oke nggak apa-apa dong, di sosial media yang misalkan para artis pergi liburan berdua walaupun belum sah secara suami istri, anak-anak sekarang itu terekspos dengan demikian," tutur Liza kepada Wolipop menanggapi kasus pernikahan dini di Baturaja.

Pernikahan dini tentunya akan berpengaruh secara negatif pada pasangan di masa kehidupan setelahnya. Salah satunya, mereka berisiko kehilangan masa remaja yang normal. Bila ketinggalan fase psikologis sesuai umurnya. kata Liza, pasangan muda ini kurang cakap untuk mengatasi konflik-konflik yang mungkin akan timbul setelah menjalani kehidupan berumah tangga.

"Ketika mereka menikah dini fase remajanya tidak dinikmati dan proses belajarnya tidak diserap dengan maksimal seperti remaja lainnya. Dia kehilangan berinteraksi dengan anak-anak remaja seusianya, padahal kemampuan berinteraksi pada remaja akan membantu mereka nanti belajar berinteraksi ketika di lingkungan kerja," terang Liza.

Pernikahan dini juga dikhawatirkan bakal mengganggu perkembangan buah hati mereka kelak. Dari sisi kejiwaan dan mental, pasangan muda dianggap belum siap jika harus mengurus dan mengasuh seorang anak. Menurut Liza, masa remaja adalah fase dimana mereka mencoba untuk menemukan jati diri sehingga belum mampu jika dihadapkan untuk mengurus anak.

"Anak remaja itu kan masih suka bandel, masih suka ngelawan-ngelawan orang tua, ya masa remaja dimana mereka masih mencoba fasenya trial dan error oh ternyata salah. Nah fase trial dan error ini baru mereka coba ketika mereka punya anak, sementara anaknya sendiri butuh perhatian orangtuanya yang stabil jadinya akan susah," tuturnya.

Di sisi lain, pernikahan dini bisa memberi dampak positif jika pasangan mau sama-sama belajar menjadi individu yang lebih dewasa.

Berita Lainnya

Index