BUKITTINGGI - Video aksi brutal siswa-siswi salah satu SD di Bukittinggi sempat membuat ramai jejaring sosial. Masalah ini pun telah diselesaikan secara kekeluargaan, dengan semua pihak saling minta maaf.
Menurut pakar psikologi Reza Indragiri Amriel, peristiwa pemukulan seorang siswi itu bisa terjadi karena sifat pemarah dan cenderung agresif dari 6 temannya. Ditambah dengan situasi dan kondisi sekolah yang terkesan mengabaikan siswa-siswinya dalam rekaman itu.
"Anak-anak yang pemarah dengan kecenderungan agresif yang tinggi, bertemu dengan sekolah yang abai," kata Reza pada detikcom, Senin (13/10/2014).
Penyelesaian pemukulan ini dengan cara saling meminta maaf juga dilihat Reza sebagai bentuk pemakluman dari para orangtua siswa-siswi yang terlibat. Padahal, hal itu tidak berarti membuat kejadian serupa tak terulang kembali.
"Orangtua barangkali kadung menganggap kekerasan adalah sinonim kenakalan dan kelumrahan dalam dunia anak-anak," ujar dosen Universitas Binus itu.
Reza menyarankan agar orangtua dan guru di sekolah itu turut bertanggungjawab. Karena Reza melihat orangtua dan guru turut berperan di balik terjadinya peristiwa tersebut.
"Jelas ini bullying. Normatif, anak-anak dipulangkan ke orangtua mereka tapi setelahnya apa? Kalau keluarga, khususnya orangtuanya tak ikut dibenahi, saya pesimis anak-anak yang melakukan kekerasan itu akan berubah tabiat," ucap Reza.
"Tentu orangtua anak-anak yang melakukan pemukulan memberikan kompensasi sekaligus permintaan maaf ke korban. Permintaan maaf tidak harus direspon dengan pemberian maaf," tutup Reza.
Sebelumnya Kepala Bidang TK dan SD Disdikpora Kota Bukittinggi, Edi menyatakan orangtua korban dan pelaku sudah membuat perjanjian tak akan menuntut. Disdik juga berencana memberi sanksi kepada pihak sekolah.
"Kami pasti tindaklanjuti untuk (sanksi) sekolah," ujar Edi Minggu (12/10) kemarin.
Aksi brutal siswa terjadi di ruang kelas SD swasta pada 18 September 2014 lalu. Tak diketahui kapan video itu diunggah dan siapa yang mengunggahnya. Disdik baru mengetahui video ramai dibincangkan Senin (6/10). Keesokan harinya mereka mendatangi sekolah dan melakukan mediasi.(*/wrc)