Sampai Kapan Polemik Anak ''Kebelet Nikah'' Akan Berakhir...?

Sampai Kapan Polemik Anak ''Kebelet Nikah'' Akan Berakhir...?

BANTAENG - Apa jadinya bila seorang anak perempuan yang baru 14 tahun menikah dengan lelaki 15 tahun? Hal itu mengiris-iris kalbu masyarakat, termasuk penghulu yang akan menikahkah mereka, Syarif Hidayat.

"Secara pribadi, saya menolak yang namanya pernikahan dini. Tapi ini juga berdasarkan aturan. Kita hanya bisa memberikan nasihat agar mereka baik-baik saja setelah menikah," kata Syarif Hidayat saat dihubungi detikcom, Minggu (15/4/2018). 

Sesuai UU Perkawinan, syarat menikah bagi laki-laki untuk bisa menikah yaitu minimal 18 tahun, dan perempuan minimal 16 tahun. Karena belum memenuhi syarat, keduanya meminta izin ke Pengadilan Agama (PA) Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Setelah izin didapat, berkas pun disorongkan ke KUA. Syarif pun tak bisa mengelak. Apalagi, syarat mahar sudah diajukan yaitu tanah seluas 500 meter persegi.

"Bagi kami sih tidak masalah, karena kami sudah sesuai aturan yang berlaku. Yang kasihan itu mereka (mempelai), dampaknya bisa mengganggu mental dan psikologi mereka. Apa lagi banyak berita yang menyudutkan mereka," ujar Syarif.

Atas rencana itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) akan mengecek 2 remaja SMP yang kebelet nikah di Sulawesi Selatan. Menurut Kementerian Anak ini, pernikahan di bawah 18 tahun harus disetop atau dihentikan.

"Kita lagi koordinasi dengan daerah, karena sedang kita cek dari pihak-pihak sekolah, keluarga, pemda provinsi, pemda kabupaten dan dari lingkungan mereka," ujar Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, Lenny Rosalin.

Adapun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap pencegahan pernikahan usia dini dilakukan secara konsisten.

"Pencegahan perkawinan dini mesti konsisten. Jika longgar tentu, rentan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu agar bisa menikah dini. Ini tidak baik bagi masa depan generasi," ujar Ketua KPAI Susanto.

Susanto mengaku pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait kasus dua remaja kebelet nikah di Sulawesi Selatan ini. KPAI menyatakan selalu mengimbau anak untuk tidak menikah pada usia dini.

"Kami koordinasikan dulu dengan stakeholders yang ada di sana. Prinsipnya kita mengimbau agar tak ada anak menikah usia dini," tutur dia.

Soal izin dari PA Bantaeng, juga didukung Kementerian Agama (Kemenag). "Ya kalau pengadilan mengabulkan, pasti dengan pertimbangan matang," ujar Kepala Biro Humas Kemenag Mastuki.

Tapi apakah semudah itu? Ternyata polemik pernikahan dini pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meski hasilnya ditolak, tapi MK menyatakan DPR bertanggung jawab atas banyaknya masalah perkawinan anak.

"Jikalaupun memang dikehendaki adanya perubahan batas usia kawin untuk wanita, hal tersebut bisa diikhtiarkan melalui proses legislative review yang berada pada ranah pembentuk Undang-Undang untuk menentukan batas usia minimum ideal bagi wanita untuk kawin," demikian bunyi putusan MK.

Di MK sendiri, terjadi perbedaan pendapat. Hakim konstitusi Maria Farida Indarti menilai MK berwenang menaikkan batas usia minimal pernikahan. Sebab, pernikahan anak rentan dengan masalah, dari kesehatan, kekerasan hingga psikologi.

"Terkait persoalan usia perkawinan sudah waktunya diperlukan perubahan hukum segera yaitu melalui Putusan Mahkamah sebagai suatu bentuk hukum melalui sarana rekayasa sosial (law as a tool of social engineering) yang dalam perkara a quo akan memberikan dampak pada perubahan berupa penyesuaian dalam pelaksanaan UU Perkawinan yang juga akan berdampak pada upaya perubahan budaya dan tradisi pernikahan anak sebagaimana yang selama ini masih berlaku dalam masyarakat," kata Maria Farida.

Lalu bagaimana status anak dalam UU di luar UU Perkawinan? Ternyata 20 aturan tidak ada yang menyatakan cakap seseorang di muka hukum minimal 16 tahun. UU Pemilu minimal 17 tahun, UU Keimigrasian minimal 18 tahun, UU Pidana Anak minimal 18 tahun hingga KUHPerdata minimal 21 tahun.

Sampai kapan polemik usia anak ini akan berakhir?

(dtk/dtk)

Berita Lainnya

Index