Ketua Avia Solutions Group, Gediminas Ziemelis: 10 Tantangan Besar Bagi Keberlanjutan Penerbangan Penumpang dalam Tiga Tahun ke Depan

Ketua Avia Solutions Group, Gediminas Ziemelis: 10 Tantangan Besar Bagi Keberlanjutan Penerbangan Penumpang dalam Tiga Tahun ke Depan

DUBLIN - May 19, 2023 (GLOBE NEWSWIRE) -- Memastikan operasi yang berkelanjutan telah menjadi pendorong utama bagi bisnis penerbangan dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, industri yang dinamis ini menghadapi berbagai tantangan yang dapat menghambat perusahaan untuk meningkatkan keuntungan. Meskipun beberapa faktor turut berkontribusi terhadap tantangan dalam industri penerbangan, beberapa masalah utama yang menjadi biang keladi perlu mendapat perhatian.

Suku bunga pasar $ yang tinggi untuk maskapai penerbangan yang sangat mengandalkan pinjaman dan terjebak dalam utang akan semakin tinggi.

Dalam beberapa tahun terakhir, industri penerbangan telah mengalami penurunan permintaan angkutan udara yang signifikan sehingga mengakibatkan banyak maskapai penerbangan menghadapi kerugian finansial. Untuk tetap bertahan selama masa-masa sulit ini, maskapai penerbangan telah mengambil utang tambahan. Namun, bertambahnya utang ini mengakibatkan risiko yang lebih tinggi bagi kreditur sehingga suku bunga pasar pun menjadi lebih tinggi bagi maskapai penerbangan.

Selain dampak pandemi terhadap industri ini, faktor lain seperti naiknya biaya bahan bakar dan persaingan yang semakin ketat juga berkontribusi terhadap kesulitan finansial bagi banyak maskapai penerbangan. Berbagai faktor ini semakin menyulitkan maskapai penerbangan yang sangat mengandalkan pinjaman untuk menghasilkan laba dan melunasi utang mereka, sehingga menimbulkan kekhawatiran terkait keberlanjutan model bisnis mereka.

Gabungan dari berbagai faktor ini telah menyebabkan situasi di mana maskapai penerbangan yang memiliki banyak utang kini menghadapi suku bunga pasar yang lebih tinggi sehingga dapat memperburuk kesulitan keuangan mereka.

Biaya asuransi yang jauh lebih tinggi — adanya risiko perang yang memburuk dapat mendorong premi asuransi menjadi lebih tinggi

Industri penerbangan tengah berjibaku dengan naiknya biaya asuransi akibat memburuknya risiko geopolitik. Hal ini sangat dipengaruhi oleh fakta bahwa, seperti yang dikemukakan oleh perusahaan asuransi terkemuka, sekitar 500 pesawat yang disewakan kepada operator Rusia masih tertahan di Rusia. Perusahaan asuransi berpotensi menghadapi masalah pertanggungjawaban karena situasi yang tidak menentu akibat penolakan pemerintah Rusia untuk melepaskan pesawat tersebut.

Akibatnya, perusahaan asuransi kesulitan untuk menaksir tingkat risiko yang muncul sehingga mengakibatkan berbagai potensi kerugian yang diperkirakan mencapai $30 miliar, menurut berbagai sumber di industri ini. Ketidakpastian ini kemungkinan besar akan meningkatkan premi asuransi bagi maskapai penerbangan yang berdampak bagi industri ini secara keseluruhan.

Para penumpang akan menuntut kompensasi karena keterlambatan penerbangan, dan hal ini akan berdampak pada biaya tidak terduga maskapai penerbangan.

Peraturan Uni Eropa 261/2004 memberikan kompensasi bagi penumpang yang mengalami penundaan, pembatalan, overbooking, atau ditolak untuk naik ke pesawat. Tergantung pada situasi dan kondisi tertentu, penumpang yang merasa dirugikan berhak mendapatkan klaim kompensasi mulai dari €250 hingga €600 per orang. Sebelum pandemi COVID-19, tingkat penundaan penerbangan di Uni Eropa yang masuk dalam kompensasi sebesar 1,5% dari seluruh penerbangan, dengan jumlah kompensasi rata-rata sebesar €375 per penerbangan yang tertunda.

Pada tahun 2019, maskapai penerbangan Uni Eropa menerbangkan total 1,12 miliar penumpang, dengan 1,7 juta penerbangan mengalami penundaan dan mengakibatkan total pembayaran kompensasi sebesar €6,3 miliar. Hanya 10% penumpang yang merasa dirugikan yang saat ini mengajukan keluhan secara langsung kepada maskapai penerbangan atau melalui perusahaan layanan khusus, seperti Skycop atau Airhelp.

Namun, jumlah ini diperkirakan akan bertambah secara signifikan, karena setelah COVID-19, industri ini menghadapi kekurangan kapasitas dan tantangan lainnya. Akibatnya, jumlah penerbangan karena adanya penundaan yang dapat diklaim dapat bertambah dari 1,5% menjadi 5%, yang berpotensi menyebabkan total pembayaran kompensasi sebesar €20 miliar.

Tantangan mesin LEAP akan berdampak pada lebih banyak pesawat yang berada di darat dan kekurangan kapasitas;

Menurut kajian internal kami, saat ini, industri penerbangan mengoperasikan 1397 armada pesawat A320neo dengan mesin LEAP-1A, dengan total 3080 mesin dengan rata-rata 2,2 mesin per pesawat, dan 1043 pesawat Boeing 737 MAX dengan mesin LEAP-1B, dengan total 2338 mesin dengan rata-rata 2,2 mesin per pesawat. Untuk memelihara mesin-mesin ini, terdapat 21 lokasi di seluruh dunia untuk perbaikan dan pemeliharaan LEAP-1A dan 22 lokasi untuk mesin LEAP-1B.

Namun, grounding 16.000 pesawat (setara dengan 60% dari total armada) pada tahun 2020-2021 telah menyebabkan penundaan perawatan mesin LEAP sebesar 60%. Akibatnya, saat ini terdapat ketimpangan pemeliharaan yang signifikan di 43 lokasi, sehingga mengakibatkan waktu tunggu selama 9-10 bulan untuk perawatan mesin, yang berpotensi mengganggu operasional maskapai.

Produksi OEM dan rantai pasokan yang terganggu selama 2023-2025 akan menyebabkan berkurangnya kapasitas pesawat;

Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang sangat besar bagi industri kedirgantaraan. Produsen Peralatan Asli (OEM) seperti Boeing dan Airbus telah mengalami gangguan yang signifikan dalam produksi dan rantai pasokan mereka. Menanggapi perlambatan ekonomi global dan berkurangnya permintaan perjalanan udara, OEM telah memangkas tingkat produksi mereka sekitar setengahnya dibandingkan dengan tingkat sebelum COVID-19. Namun, hal ini malah menyebabkan kekurangan kapasitas pesawat yang menghambat upaya pemulihan industri ini.

Pemangkasan produksi telah mempengaruhi lebih dari 5.000 pemasok dalam rantai pasokan, di mana semuanya harus mengurangi volume mereka selama pandemi. Akibatnya, pemulihan industri kedirgantaraan diproyeksikan membutuhkan waktu 2,5-4 tahun untuk kembali ke tingkat produksi sebelum COVID-19. Periode gangguan yang berkepanjangan ini kemungkinan besar akan menimbulkan konsekuensi yang signifikan bagi industri dan para pemangku kepentingannya.

Pada tahun 2020-2021, pembatalan program calon pilot dan masa purnabakti menyebabkan kekurangan pilot pada tahun 2023-2024 dan kenaikan biaya yang cepat bagi maskapai penerbangan;

Industri penerbangan terus membutuhkan pilot baru, mengingat sekitar 3% pilot pensiun setiap tahunnya. Namun, pandemi COVID-19 telah menyebabkan kemunduran besar dalam industri ini, di mana semua program calon pilot ditunda atau dibatalkan.

Oleh karena itu, saat ini terdapat masalah kekurangan pilot yang signifikan, sehingga menyebabkan kenaikan biaya yang cepat. Diperkirakan industri penerbangan akan mengalami kekurangan 300.000 pilot dalam satu dekade. Kekurangan ini diperkirakan akan menciptakan tantangan yang signifikan, terutama di India, yang diprediksi akan mengalami kekurangan pilot terbesar.

Tantangan untuk melakukan pemesanan slot MRO setelah COVID-19, karena kegiatan perawatan terjadwal ditunda

Masalah lain yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 adalah akumulasi yang signifikan dari layanan MRO untuk pesawat di seluruh dunia. Sebagai akibat dari pengurangan perjalanan udara yang belum pernah terjadi sebelumnya dan grounding banyak pesawat, pemeliharaan terjadwal ditunda atau ditangguhkan.

Meskipun demikian, seiring dengan mulai pulihnya permintaan perjalanan udara dan maskapai penerbangan yang kembali beroperasi secara penuh, tantangan untuk memesan slot MRO untuk melakukan perawatan yang diperlukan pada pesawat-pesawat ini telah muncul. Banyak maskapai penerbangan yang mendapati bahwa fasilitas MRO sudah beroperasi dengan kapasitas penuh, sehingga mengakibatkan waktu tunggu yang lama dan potensi gangguan pada operasional maskapai penerbangan. Akumulasi kegiatan perawatan ini diperkirakan akan terus ada, sehingga menghambat upaya pemulihan industri penerbangan.

Tantangan untuk menemukan slot perawatan mesin V2500, dan mesin RR karena tertundanya perawatan

Maskapai penerbangan yang mengoperasikan pesawat dengan mesin V2500 dan RR juga mengalami kesulitan dalam menjadwalkan perawatan untuk mesin mereka karena permintaan yang tinggi dan ketersediaan yang terbatas. Hal ini telah menimbulkan situasi yang menantang, terutama bagi maskapai penerbangan dengan armada pesawat yang besar.

Kurangnya slot perawatan yang tersedia telah memaksa maskapai penerbangan untuk mengandangkan beberapa pesawat mereka, sehingga menyebabkan gangguan operasional dan hilangnya pendapatan. Selain dampak finansial, situasi ini juga menimbulkan masalah keselamatan karena penundaan pemeliharaan dapat membahayakan keselamatan dan keandalan mesin, sehingga berpotensi menimbulkan masalah yang lebih besar di masa depan.

Persyaratan ESG demi penerbangan yang lebih hijau akan tetap ada dalam jangka menengah

Pertemuan ke-41 Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), yang diselenggarakan di Montreal pada bulan Oktober 2022, menandai tonggak penting bagi komitmen industri penerbangan terhadap keberlanjutan. Pertemuan tersebut berkomitmen pada Tujuan Aspiratif Jangka Panjang (LTAG) untuk mencapai nol emisi CO2 bersih pada tahun 2050, yang menjadikan isu Lingkungan, Masyarakat, dan Tata Kelola (LST) sebagai topik utama dalam pembahasan penerbangan berkelanjutan.

Target ambisius LTAG memang menantang, tetapi memiliki potensi untuk mendorong maskapai penerbangan untuk mempercepat pengembangan dan penggunaan bahan bakar jet yang lebih ramah lingkungan serta perbaikan teknis lainnya untuk mengurangi jejak karbon dalam penerbangan. Hal ini akan membutuhkan perubahan signifikan dalam pola pikir industri, investasi dalam penelitian dan pengembangan, serta kolaborasi antara maskapai penerbangan, produsen, dan pemerintah untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Setelah COVID-19, utang suku cadang, jasa MRO, dan penyewaan pesawat akan berdampak pada masih adanya beberapa pesawat yang akan dikandangkan, sehingga akan menyebabkan permintaan kapasitas

Situasi yang menantang di industri ini telah mendorong maskapai penerbangan untuk mendapatkan utang tambahan untuk membiayai berbagai aspek operasional mereka, seperti suku cadang, layanan MRO, dan penyewaan pesawat. Namun, bertambahnya utang yang belum dilunasi untuk industri ini dapat berdampak signifikan, dengan beberapa maskapai penerbangan yang berpotensi kesulitan melunasi utangnya, sehingga dapat mengakibatkan penurunan kapasitas karena maskapai terpaksa mengandangkan beberapa pesawat mereka atau memangkas rute untuk meminimalkan biaya.

Data dari orang dalam menunjukkan bahwa utang industri ini telah melonjak lebih dari 20% sejak tahun 2020, mencapai lebih dari $300 miliar. Untuk mendatangkan modal, maskapai penerbangan global telah menjual obligasi dan pinjaman senilai $63 miliar sepanjang tahun ini.  

#Globe Newswire

Index

Berita Lainnya

Index