Kapolri: Biaya Urus STNK di Indonesia Terendah di Dunia

Kapolri: Biaya Urus STNK di Indonesia Terendah di Dunia
Kapolri Jenderal Tito Karnavian

JAKARTA (WAHANARIAU) -- Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kepolisian RI. Dalam PP tersebut ada kenaikan biaya untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor. Seperti biaya pengesahan STNK, BPKB, hingga tanda nomor kendaraan bermotor. 

Meski mengalami kenaikan, tarif pengesahan STNK di Indonesia ternyata paling rendah di dunia. Hal itu dikatakan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian pada Rabu (4/1/2017) lalu mengutip temuan Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Anggaran DPR RI. 

Menurut Tito, dari temuan BPK diketahui bahwa harga material untuk pembuatan STNK, BPKB, hingga TNKB sudah naik. Sedangkan biaya penerbitan STNK, BPKB, dan pembuatan TNKB sudah lima tahun ini tidak naik. 

Ada juga temuan Badan Anggaran DPR RI yang menyebut bahwa biaya pembuatan surat-surat kendaraan bermotor tersebut saat ini termurah di dunia. "Hasil temuan mereka (Banggar), harga itu termasuk terendah di dunia, sehingga perlu dinaikkan karena daya beli masyarakat juga meningkat," kata Tito kepada wartawan di Markas Besar Kepolisian RI, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2017). 

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan tarif pengesahan surat kendaraan bermotor yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 50 Tahun 2010 perlu disesuaikan. Sehingga kemudian pada September 2015 ada usul agar tarif tersebut dinaikkan. 

"BPK menilai angka yang tercantum dalam PNBP PP Nomor 50 Tahun 2010 tidak sesuai lagi dengan konteks kekinian," kata Boy di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (6/1/2017).

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menjelaskan butuh waktu 15 bulan bagi pemerintah sebelum akhirnya memutuskan kenaikan tarif untuk penerbitan STNK, Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK), hingga BPKB. Ini dilakukan agar kebijakan yang diambil tepat sasaran.

"Biasanya secara normal 3-4 bulan, tapi ini kan lebih dari setahun. Memang pembahasannya di pemerintah mempertimbangkan dengan masak," kata Askolani di tempat yang sama. (detik)

Berita Lainnya

Index