Ratusan Juta, Pengusaha Batik Ini Bocorkan Caranya

Ratusan Juta, Pengusaha Batik Ini Bocorkan Caranya
Ilustrasi Batik

SURABAYA (WAHANARIAU) -- Cairan malam di atas wajan mini itu telah dingin. Selembar kain putih bertotol motif terhampar di sebelahnya, menandakan sebuah proses membatik yang belum selesai.

Maaf, agak berantakan. Pembatik saya kadang nggarap di sini. Biasanya dibawa pulang sambil momong anak,” kata Ari Bintarti, 49 tahun, pemilik Batik Alsier, Desa Wonorejo, Rungkut, Surabaya kepada Tempo, Rabu 15 Februari 2017.

Ari menjadikan ruangan berukuran 4 x 3 meter persegi itu bersebelahan dengan ruang tamu rumahnya sebagai showroom Batik Alsier. Pada Rabu pekan lalu, Ari sedang menyiapkan sejumlah batik untuk sebuah pameran. Lembaran batik yang masih hangat telah menyesaki rak pajangan.

Satu rak memuat kain batik tulis, satu lagi menyimpan tas jinjing, dompet, dan dasi berbahan batik tulis. Dua piala bertengger di atap rak produk aksesori. Dua tahun lalu, Ari terpilih sebagai pemenang terbaik dan pemenang favorit kategori Industri Kreatif program Pahlawan Ekonomi Pemerintah Kota Surabaya, program pembinaan wirausaha Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. 

Firstijanti, pemilik Butik Firta, merupakan salah seorang pelanggan batik Alsier. Butik pakaian khusus batik itu menjadi pelanggan Ari sejak 2013. “Saya dulu pesan beberapa lembar saja, hasilnya kok bagus. Saya coba pesan lagi untuk dibuat seragam,” katanya.

Butik yang berlokasi di kawasan Jambangan, Surabaya, itu biasa menerima pesanan seragam batik tulis. Profil pemesan yang beragam, menuntut Firstijanti, menyesuaikan kemauan dan kemampuan pengorder.

Ari bisa memenuhi kebutuhan Firstijanti. “Kalau pemesan butuh seragam dengan harga sekian, Bu Ari bisa menyesuaikan,” kata Firstijanti. Pernah sebuah perusahaan baja memesan 70 lembar kain batik dengan motif bawaan sendiri, dan Ari, kata dia, sanggup mengerjakannya. 

Ari sebetulnya sudah punya pakem motif batik Alsier. “Saya setia pakai motif hutan bakau, biota laut, serta Suro dan Boyo ikon Surabaya,” ujarnya. Deretan motif itu berasal dari Rungkut, kawasan hutan bakau pantai timur Surabaya (Pamurbaya), pesisir tempat tinggal Ari.

Tapi Ari tidak alergi modifikasi. Sesekali dia mengkombinasikannya dengan motif parang. “Biar orang-orang enggak bosan. Tapi warna-warnanya tetap khas pesisir, cerah.”

Untuk pengembangan motif ini, Ari dibantu seorang teman alumnus sekolah seni. Dari sang teman, Ari dibuatkan sketsa dasar, terutama bila sedang buntu inspirasi.  “Nanti detailnya saya yang menambahkan.”  Ari kemudian membatiknya di rumah bersama pekerjanya. 

Bila pesanan sedang banyak, Ari menyerahkan proses pembatikan kepada para tetangga yang sudah terlatih. Juli tahun lalu, misalnya, Ari kecipratan order 1.300 potong baju batik dengan empat motif. Ribuan baju batik itu untuk peserta PrepComm III UN Habitat. Dari pesanan Pemerintah Kota Surabaya itu, Ari meraup penghasilan Rp 200 juta. Tapi penghasilan segede itu belum tentu datang setiap hari. (tempo)

Berita Lainnya

Index